Menyongsong Industrialisasi Madura

Pascaberoperasinya Jembatan Suramadu, sebagai jalan non-tol maupun jalan tol, terdapat sejumlah armada angkutan penyeberangan yang harus istirahat atau dialihkan mengingat penurunan jumlah permintaan perjalanan.

JEMBATAN Suramadu adalah jembatan yang menghubungkan Kota Surabaya di Pulau Jawa dan kota Bangkalan di Pulau Madura. Keberadaan jembatan ini akan memperlancar arus lalu lintas barang dan jasa dari kedua wilayah tersebut. Jembatan sepanjang 5,4 km yang dibangun dengan biaya Rp 4,5 trilliun itu, akan menjadi pembangkit perubahan bagi Pulau Madura.

Jembatan Suramadu sudah mulai dicanangkan pembangunannya sejak tahun 1960-an. Pada 12 Juni 2009, jembatan Suramadu direncanakan dioperasikan dengan besaran tarif diperkirakan dibawah tarif penyeberangan Ujung-Kamal. Diyakini keberadaan jembatan Suramadu akan mengubah kondisi dan wilayah Pulau Madura yang semula terbelakang secara sosial ekonomi menjadi pulau yang bercirikan industri dan modern.

Pulau Madura yang kondisi geografisnya kurang subur, terutama di pesisir utara serta karakteristik penduduknya yang agamis dengan pertumbuhan ekonomi wilayah rata-rata rendah (2 sampai 4 persen per tahun), akan mengalami lompatan-lompatan spektakuler di bidang infrastruktur transportasi, sosial-budaya-pendidikan, dan ekonomi-industri.

Selain itu, di Pulau Madura nantinya akan berdiri kluster-kluster industri beserta ikutannya terutama disepanjang pesisir utara Kota Bangkalan dan di pesisir selatan kota Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Dalam proses menuju industrialisasi itu, bisa dipastikan akan memerlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai serta tak terelakkannya masuknya unsur-unsur budaya asing atau luar yang tidak mungkin bisa dibendung lagi.

Tiga Kebijakan

Berkaitan dengan pengembangan wilayah Madura, pemerintah perlu mempersiapkan dan membuat minimal tiga kebijakan terkait dengan eksistensi jembatan Suramadu dan pengembangan wilayah Madura sebagai zona industri.

Pertama, kebijakan pengembangan sistem jaringan transportasi dari dan ke kluster-kluster industri di wilayah Pulau Madura. Arus barang dan jasa yang keluar masuk pulau Madura kemungkinan besar mempunyai karakteristik yang sama dengan karakteristik barang dan jasa yang beroperasi di pulau Jawa, yang cepat dan intensitasnya serta kuantitas yang tinggi, padat, dan berat.

Ditinjau dari sistem transportasinya akan mengubah kondisi, yang semula sarana dan prasarananya berada pada tataran kelas lokal dan regional atau rendah menjadi sistem transportasi dengan standar dan kualitas kelas nasional atau bahkan internasional dengan kekuatan dan kualitas transportasi yang tinggi.

Kedua, kebijakan pengembangan di bidang sosial-budaya-pendidikan berkaitan dengan perlunya penguatan budaya lokal dan filterisasi budaya-budaya asing yang ikut masuk dalam proses industrialisasi dengan mempersiapkan sumberdaya manusianya melalui pendekatan penguatan di bidang pendidikannya yang mengarah pada terciptanya masyarakat yang terbuka, dinamis, berpendidikan, dan agamis.

Dengan dioperasikan Jembatan Suramadu, aspek informasi dan budaya asing bisa mengubah kondisi dan suasana wilayah yang semula agraris dengan budaya lokal yang kuat dan agamis serta kondisi pendidikan masyarakat Madura yang rata-rata masih berpendidikan rendah ke arah masyarakat Madura
yang modern dan industrialis.

Melalui kebijakan pengembangan pendidikan inilah karakteristik masyarakat Madura masih dapat dipertahankan keaslian dan kemurniannya serta proses industrialisasi di wilayah Madura berjalan dengan lancar dan tidak meninggalkan ciri-ciri masyarakat Madura yang mempunyai budaya lokal yang kuat dan unik serta agamis menjadi masyarakat Madura yang terbuka, dinamis, berpendidikan, dan agamis.

Ketiga, kebijakan pengembangan di bidang ekonomi-industri yang arahnya pada penataan kluster-kluster dan peningkatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan merata yang akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di pulau Madura. Untuk itu, perlu dukungan infrastruktur kebijakan pengembangan ekonomi-industri setempat dengan menjamin tersedianya tenaga terampil putera daerah. Dan, pengembangan industri diselaraskan dengan karakteristik sumberdaya alam yang ada di pulau Madura.

Badan Pengelola

Peluang proses industrialisasi di Pulau Madura mulai tampak dari ramalan tren permintaan angkutan penyeberangan yang menurun sangat tajam pada 2010. Hasil kajian Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat tahun 2007 tentang Keberadaan dan Pengalihan Angkutan Ferry pasca Jembatan Suramadu, menyebutkan, di tahun 2010 akan terjadi penurunan permintaan perjalanan pada lintasan Ujung (Surabaya)-Kamal (Madura), lebih dari 70 persen.

Pascaberoperasinya Jembatan Suramadu, sebagai jalan non-tol maupun jalan tol, terdapat sejumlah armada angkutan penyeberangan yang harus istirahat atau dialihkan mengingat penurunan jumlah permintaan perjalanan.

Dari total 18 armada (12 operasi dan 6 perawatan), hanya dibutuhkan tiga armada (2 operasi dan 1 perawatan) untuk skenario Jembatan Suramadu sebagai jembatan tol. Dengan demikian, pada 2010, diperkirakan terdapat 12 sampai 15 armada yang berpotensi untuk dialihkan.

Pengalihan armada diusulkan pada lintasan penyeberangan dengan karakteristik yang mirip dengan lintas Ujung-Kamal yang merupakan pelayanan komersial dengan jarak 3,5 km dan jenis kapal yang relatif kecil (kapasitas 350 pnp + 2 kendaraan roda 4). Lintasan penyeberangan itu adalah lintasan Ketapang-Gilimanuk dan lintasan Batu Licin-Tanjung Serdang.

Terkait eksistensi Jembatan Suramadu dan pengembangan industrialisasi di wilayah Madura maka perlu dipikirkan adanya sebuah Badan Otoritas Pengelolaan Industrialisasi Wilayah Madura dan Badan Otoritas Pengelolaan Jembatan Suramadu yang secara teknis, berdiri sendiri atau digabung menjadi satu.

Priyambodo, Peneliti Bidang Transportasi Balitbangda Provinsi Jawa Timur

Sumber: Surya, Sabtu, 18 April 2009

Label: ,