Pulau Giliyang
Wisata Kesehatan yang Terabaikan

Memiliki kualitas oksigen terbaik di dunia, Pulau Giliyang sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata kesehatan. Sayang, keberadaanya belum ‘tersentuh’ oleh Pemprov maupun Pusat.

Udara bersih menjadi sesuatu yang mahal saat ini. Padahal, salah satu faktor utama penunjang kesehatan seseorang adalah udara yang bebas polusi. Tak percaya? Menurut catatan World Health Organization (WHO), polusi udara merenggut nyawa 2 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Hampir 1.082 kota di 91 negara, terdapat kadar tinggi polusi partikel halus yang bisa menyebabkan penyakit jantung, kanker paru-paru, asma, dan infeksi pernapasan akut.

Dengan kenyataan itu, bersyukurlah warga yang tinggal di Pulau Giliyang Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep Madura. Soalnya, dari hasil penelitian tim Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN akhir Juli 2006 lalu, yang kemudian dilakukan kaji ulang pada 27 Desember 2011 lalu oleh BLH (Badan Lingkungan Hidup) Sumenep dan Jatim serta pihak Bappeda menunjukkan bahwa Pulau Giliyang satu-satunya pulau yang mempunyai oksigen terbaik di dunia sehingga sangat tepat bila kawasan itu dijadikan wisata kesehatan.

Sebagai gambaran, dari hasil penelitian Pulau Giliyang memiliki konsentrasi oksigen sebesar 20,9% dengan level explosif limit (LEL) 0,5%. Nilai kandungan tersebut berbeda dengan wilayah lain yang mempunyai nilai konsentrasi oksigen 20,9% dan LEL 0,0%. Ketika dikaji ulang, hasilnya pun sama yakni oksigen di pulau tersebut antara 3,3 hingga 4,8 persen atau di atas normal.

Pulau yang mempunyai luas 9,15 km2 itu terdiri dari dua desa, yakni Desa Banraas dengan 4.200 jiwa penduduk dan Desa Bancamara mempunyai 3.860 jiwa penduduk. Untuk mencapai lokasi, bisa ditempuh dengan perjalanan laut dari Pelabuhan Dungkek menggunakan Perahu Motor milik nelayan setempat dengan lama tempuh maksimal 1 jam.

Tarif yang dipatok para pemilik perahu hanya Rp5.000 perorang untuk sekali jalan. Dari pelabuhan Dungkek dilayani siang hari dan pagi dari pelabuhan Pulau Giliyang. Para nelayan juga melayani carter perahu dengan tarif Rp150.000 pulang pergi (PP).

Para pengunjung yang sudah sampai di Pulau Giliyang, dapat memanfaatkan jasa ojek untuk keliling pulau lewat darat dengan tarif Rp30.000 per orang. Sekitar 30 menit, sudah cukup berkeliling pulau tersebut.

Di sebelah timur pulau terdapat tebing. Warga setempat menyebutnya 'Batu Kundang' dan cocok untuk menjadi tempat mancing. Batu mirip pilar bangunan menjulang tinggi keatas itu sering menjadi lokasi istirahat para wisatawan. Tak jauh dari lokasi itu juga terdapat 10 Goa Air. Tujuh Goa berada di Desa Banraas dan tiga Goa lainnya masuk wilayah Desa Bancamara.

Untuk pesisir laut yang berpasir berada di Desa Bancamara bagian selatan dan Desa Banraas bagian utara. Hamparan pasir putih dan tidak lengket itu membuat para pengunjung semakin betah menikmati keindahan pantai Pulau Giliyang. Pengunjung juga bisa berkeliling pulau lewat laut dengan menggunakan carteran perahu rakyat dengan tarif Rp150.000 yang berkapasitas 10 orang.

Bagi yang membutuhkan air bersih, sebaiknya saat berada di Desa Banraas. Selain kualitas airnya bersih juga tawar. Namun, sumber air di wilayah Desa Bancamara terasa asin (payau). Untuk kebutuhan air minum tidak sulit didapat, hampir disemua sudut-sudut perkampungan warga terdapat warung yang menjual air mineral lengkap dengan makanan khas masyarakat setempat, yakni rujak lontong dan nasi jagung, serta tersedia nasih putih dengan ikan segar hasil tangkapan warga nelayan setempat.

Pada malam hari jauh lebih terasa nyaman dan sunyi. Penerangan listrik swasta dan sebagian lainnya dari tenaga surya membuat ketenangan lahir bathin. Rumah warga dan fasilitas pemerintahan desa yang selalu siap disewakan bagi pengunjung, juga dapat menekan pengeluaran kocek. Rumah warga yang disewakan tidak menentukan tarif. Mereka menerima imbalan seikhlasnya.

Tarif Perjalanan:
  • Penyeberangan (perahu motor) Rp 5.000 sekali jalan
  • Keliling pulau (ojek motor) Rp 30.000 per orang
  • Keliling pulau (carter) perahu motor Rp 150.000 (kapasitas 10 orang).
  • Penginapan menggunakan rumah warga (tidak ada patokan resmi).
Artikel Terkait:
Sumber: Surabaya Post, Minggu, 22/01/2012

Label: , , , , ,

Menelusuri Setiap Jengkal Pesona Pulau Madura

Menyebrangi laut dari Pulau Jawa menghabiskan waktu hanya setengah jam dengan menggunakan Kapal Ferry yang menggangkut kendaraan dan penumpang. Melintasi selat antara Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Kamal, maka akan sampai di pulau yang mempunyai keunikan tersendiri.

Pulau yang terdiri dari empat kabupaten dengan wilayah yang luas itu, menyimpan potensi wisata yang bahkan belum banyak terjamah oleh tangan manusia. Sehingga tak heran bila pulau ini tertinggal jauh dengan pulau-pulau lain yang memiliki beragam wisata unggulan.

Dengan panjang berkisar 160 km, populasi pulau Madura mendekati 2,3 juta jiwa, yang kebanyakan bekerja sebagai petani atau nelayan. Meskipun pulau ini bagian dari propinsi Jawa Timur, namun dipisahkan oleh suku yang berbeda. Oleh karena itu mereka mempunyai bahasa dan budaya sendiri.

Sejenak ketika menginjakkan kaki di pulau yang terkenal dengan penghasil garam ini akan terasa panas, tandus dan kering. Citra akan penduduknya yang memiliki temperamen tinggi seakan melengkapi. Sungguh suasana yang tidak nyaman sama sekali untuk berada lebih lama lagi di pulau ini. Namun ketika mulai mencoba untuk menjamah keindahan alam dan keunikan wisata di Pulau Madura, maka akan terasa tak rela untuk meninggalkannya.

Sebagian besar orang awam hanya mengetahui tentang Kerapan Sapi. Atraksi paling terkenal di Madura yang diadakan pada musim kemarau antara bulan Agustus dan September. Yaitu merupakan pertandingan antara dua pasang sapi setiap timnya yang dikendarai dan dipacu, selalu membuat keseruan tersendiri pada penontonnya. Namun banyak yang tidak mengetahui betapa banyak pesona wisata lain yang terdapat di pulau satu ini.


Dimulai dengan melewati Kamal kemudian akan sampai di kota terdekat dengan Surabaya, yaitu Bangkalan. Kelengangan tempat ini, membuat tempat biasa saja menjadi indah terutama untuk para wisatawan yang datang dari kota ‘padat’ seperti Jakarta ketika memasuki sebuah taman tua di bawah Mercusuar Bangkalan. Tempat bersejarah peninggalan jaman penjajahan Belanda.

Kemudian kurang lebih 11 km arah utara dari kota Bangkalan, terdapat Makam Air Mata Ibu. Makam ini merupakan Makam istri Raja Cakraningrat. Pahatan batu pada makam itu begitu indah dan mempunyai ragam ukir yang spesifik. Masih berlokasi di Arosbaya, tak jauh dari makam tersebut terdapat cinderamata unik dan banyak diminati oleh para desainer yaitu batik tulis Tanjung Bumi.

Meneruskan perjalanan ke arah timur Bangkalan, maka akan sampai di Kabupaten Sampang. Di tempat ini terdapat Pantai Camplong yang dijadikan tempat persinggahan wisata jalur selatan. Taman rekreasi pantai ini dilengkapi dengan arena bermain anak-anak. Fasilitas penginapan Camplong Cottage di lokasi ini dapat menjadi sarana penginapan wisatawan yang nyaman.

Pantai Camplong adalah tempat yang tepat untuk melihat matahari terbit atau terbenam, ketika perahu layar biru berlayar. Udara sangat segar dari pantai merupakan pandangan yang sangat mengagumkan dengan pegunungan yang melintang di sisi Selatan. Masih di Sampang, kita akan menemukan keindahan Air Terjun Toroan yang sangat unik. Air sungai yang langsung terjun ke laut dan masih bersih dari coretan-coretan cat dari orang yang tidak bertanggungjawab.

Berlokasi di jalur Sampang-Pamekasan terdapat sebuah tempat wisata unik yang tidak bisa ditemui di tempat lain, sumber api alam abadi yang biasa disebut Api Tak Kunjung Padam. Keanehannya yaitu nyala api yang hanya menyala di tanah sekitar pagar saja dan sampai saat ini tidak ada yang tau dengan pasti asal muasal api tersebut.

Beranjak 33 km dari timur Sampang, tepatnya di kecamatan Proppo terdapat kerajinan seni batik tulis Madura yang memiliki corak berbeda dengan batik Madura lain. Batik ini sekaligus menambah koleksi corak batik di pulau yang terkenal dengan budaya carok-nya ini.

Sampai di ujung Pulau Madura, yaitu Sumenep dikenal dengan Yogyakarta-nya Madura. Hal ini tidak heran melihat penduduknya yang bertutur kata halus dan lembut tak seperti penduduk Madura kebanyakan. Ditambah lagi dalam kota ini terdapat khasanah seni budaya yaitu Keraton Sumenep yang masih terpelihara dengan baik. Keraton ini arsitekturnya bergaya campuran antara gaya arsitektur Jawa, Cina, Barat bahkan Arab. Disamping itu masih banyak lagi daya tarik wisata yang menarik, seperti Masjid Jamiq dan makam keluarga Raja Asta Tinggi.

Selain itu, tempat ini memiliki kesenian klasik tari Mowang Sangkal, tari Topeng Dalang dan beberapa tari tradisional lainnya yang semakin menambah kekayaan budaya.

Berbeda dengan keratin-keraton yang ada di Jawa, seperti Kasultanan, Mangkunegaran dan yang lain, di Keraton Sumenep tidak lagi menjadi tempat tinggal raja atau keturunan raja. Pendoponya hanya digunakan untuk pertemuan penting saja. Di sebelah pendopo terdapat Taman Sare yaitu yang dahulu kala tempat istri dan putri raja mandi. Tempat pemandian ini tidak jernih lagi, namun masih indah dipandang mata.

Keindahan alamnya juga tidak bisa diragukan lagi oleh keberadaan Pantai Slopeng dan Pantai Lombang dengan hamparan pasir putih serta cemara udang. Pulau ini juga mulai terkenal di mata internasional akibat keberadaan cemara udang yang hanya tumbuh di beberapa tempat di dunia.

Perjalanan tidak hanya terhenti sampai disini saja, karena Sumenep sendiri masih memiliki 76 buah pulau kecil. Pulau-pulau tersebut berjejer indah memperkuat Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan. Kepulauan ini disebut Kepulauan Kangean, karena luas wilayah pulau ini adalah yang paling luas diantara pulau lain. Beberapa pulau lainnya yaitu Pulau Sapudi, Raas, Puteran dan masih banyak lagi. Pemerintah Kabupaten Sumenep menyebutnya sebagai objek wisata Island Resort.

Objek wisata itu menyajikan keelokan pantai yang biru beserta terumbu karang yang masih asri dan tenang. Menjelajahi kepulauan tersebut bukan hal yang sulit, karena tersedia puluhan kapal yang akan mengangkut para pelancong di Pelabuhan Kalianget.

Kepulauan ini juga mempunyai buah tangan yang unik dan menarik, yaitu ayam bekisar dan ukiran kayu jati. Harga yang jauh lebih murah di pulau ini daripada tempat lain, membuat banyak pelancong menyempatkan diri membelinya.

Begitulah sederetan pesona di Pulau Madura. Tak akan ada habisnya jika menelusuri keindahan pulau ini. Namun memang sangat disayangkan ketika melihat banyaknya objek wisata yang masih terbengkalai, tidak terawat dan tidak dikelola secara profesional.

Pembangunan Jembatan Suramadu yang sebentar lagi akan rampung, dipastikan akan membuat banyak perubahan. Mulai banyak investor melirik Pulau Madura. Terlebih lagi masyarakat Madura dikenal memiliki karakter dan corak kehidupan yang berbeda dari lainnya. Hal ini semakin memperkuat daya tarik di mata para pebisnis. Maka dari itu lebih baik lagi jika yang mengelolanya adalah masyarakatnya sendiri. Suatu saat nanti, Pulau Madura juga akan menyamai pulau lain dengan segudang wisatanya. (rina)

Sumber: Sepatu Kaca, Senin, Juni 1st, 2009

Label: , ,

Madura Island: A hot spot for pilgrims

Being renowned as the home of countless Islamic boarding schools and highly respected religious leaders, Madura has an abundance of well-preserved graveyards of respectable spiritual figures, making it an attractive pilgrimage destination.

Places like Madura have become more and more popular these days, especially ahead of the Islamic Ramadhan fasting month, which will fall on August 21 this year according to the official calendar.

More and more tour agencies are offering such pilgrimage package tours to the Island of Salt, as Madura is popularly nicknamed.

Chairman of the East Java chapter of the Association of Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita), Haryono Gondosoewito, said his association had predicted a rise of more than 20 percent in religious tourism, especially following the inauguration of the Suramadu bridge.

"However, support from regional administrations is urgently needed, especially in the form of road infrastructure to the destination sites," said Haryono, adding that many of the attractive pilgrimage sites in the island were often inaccessible.

Provincial tourism agency head Djoni Irianto added that local communities should also actively participate in the effort, for example by helping create clean, well-ordered and secure environments to help make tourists feel comfortable during their stay in religious tourist destinations.

"More importantly, the local community must adopt a more tourism-friendly attitude and eliminate or minimize its begging culture."

"This is not just the responsibility of the regional administrations but also of the community in general."

Djoni said his office had prepared some concepts to develop a number of pilgrimage tourist destinations in the island, following the operation of the Suramadu bridge, to be implemented step-by-step.

"This year, for example, we have proposed a Rp 600 million project to the Culture and Tourism Ministry to develop the Batu Ampar graveyard compound in Pamekasan," he said.

Most of the pilgrimage sites in Madura are in poor condition, as local administrations are little concern and scarcely involved in the maintenance of the potential religious tourism sites.

Numerous groups of beggars flock to the sites and operate on graveyard complexes. Many of the visiting pilgrims often consider the presence of beggars disturbing, and find the sites chaotic with street vendors sprawling everywhere.

In fact, many of the pilgrimage sites are considered unique in terms of the way the religious figures buried in the complex lived their lives, or in terms of the sites themselves and the objects existing around them.

Some objects are often considered as sacred and possess particular supernatural powers, such as the water from a well in the compound of the Air Mata Ibu graveyard in Bangkalan, believed to have healing powers for various diseases. (Achmad Faisal)

Summber: The Jakarta Post, Mon, 07/27/2009

Label: , ,