Suramadu Rugikan Ekonomi Warga Madura

Pakar teknik kelautan ITS Surabaya Prof Daniel M Rosyid PhD menilai Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) merugikan masyarakat Madura, karena menggunakan paradigma pulau besar (daratan).

"Secara ekonomi, masyarakat Madura dirugikan dengan adanya jembatan itu, karena infrastruktur Madura tidak disiapkan," kata guru besar ke-94 ITS Surabaya di Surabaya, Jawa Timur, Senin (27/9).

Menjelang pengukuhan dirinya pada 12 Oktober mendatang, guru besar riset operasi dan optimasi FTK ITS itu menyatakan adanya jembatan terlebih dulu daripada infrastruktur di Madura juga mengundang orang luar.

"Kalau orang luar Madura yang masuk, maka aset yang ada di Madura akan dimiliki orang luar Madura, karena mereka yang membangun, sedangkan orang Madura akan dirugikan dengan hanya menjadi penonton," katanya.

Menurut dia, keinginan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat Madura dengan membangun Jembatan Suramadu akan sia-sia bila orang luar Madura yang menguasai aset yang ada di Madura.

"Dengan membangun jembatan bukannya menguntungkan orang Madura, karena orang Madura tidak disiapkan dengan infrastruktur terlebih dulu. Saya kira hal itu terjadi karena paradigma pulau besar (daratan)," katanya.

Padahal, katanya, untuk membangun Madura itu seharusnya dengan paradigma kepulauan (kelautan), karena itu bukan membangun jembatan, namun membangun moda transportasi laut yakni feri.

"Kapal feri itu lebih fleksibel, karena jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. Kalau kebutuhannya besar ya tinggak ditambahkan, tapi kalau jembatan akan kaku, sebab padat modal dengan spekulasi cukup besar," katanya.

Oleh karena itu, katanya, Jembatan Suramadu adalah kebijakan yang salah, karena membangun Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan menggunakan paradigma pulau besar (daratan).

Bukti lain, katanya, paradigma pulau besar membuat kosentrasi pembangunan di Jawa, sehingga sayur, buah, bahan bangunan, dan semuanya "dilempar" dari Jawa ke luar Jawa.

"Hal itu membuat barang-barang di luar Jawa menjadi mahal harganya, karena semuanya dari Jawa, sehingga kemiskinan terjadi di luar Jawa, termasuk di Madura. Kemiskinan terparah hingga 20 persen terjadi di Madura, NTB, NTT, Maluku," katanya.

Daniel dikukuhkan bersama Prof Dr M Isa Irawan MT (Matematika/MIPA) dan Prof Ir Muktasor MEng PhD (Teknik Kelautan FTK) pada 12 Oktober mendatang. Sebelumnya, Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc (Teknik Sistem Perkapalan FTK) dan Prof Dr Ir Joko Lianto Buliali MSc (Jurusan Teknik Informatika/FTIf) dikukuhkan pada 4 Oktober.

Guru besar lainnya, Prof Ir Mukhtasor MEng PhD menyoroti tentang pencemaran laut, di antaranya lumpur Lapindo di kawasan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, sedangkan Prof Isa Irawan MT (Matematika/MIPA) menyoroti ilmu "Biologically Inspired Computing."

Sementara itu, Prof Ketut Buda Artana menyoroti catatan tentang data-data operasi kapal untuk menelusuri kegagalan yang pernah terjadi, sehingga dapat diprediksi agar kegagalan tidak terulang, sedangkan Prof Joko Lianto Buliali yang menyoroti simulasi komputer untuk pengambilan keputusan. (Jembatan Suramadu---ANTARA/Bhakti Pundhowo/ip)(Ant/OL-2)

Sumber: Media Indonesia, Selasa, 28 September 2010

Label: , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda