Madura, Engkau Adalah Sukmaku

Upaya orang-orang Madura menghapus stereotipe negatif yang sudah terlanjur melekat di benak banyak orang, seperti berjuang dalam sepi karena rendahnya dukungan masyarakat pendukungnya. Mereka mampu beradaptasi dan memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan. Orang-orang Madura dikenal ulet. Riset majalah Tempo pada tahun 1980-an pernah menempatkan suku Madura dalam lima besar suku yang paling sukses di Indonesia.

Orang-orang Madura di tanah rantau adalah saksi hidup dari semangat itu. Mereka berani melakukan pekerjaan apa saja demi hidup. Namun, dibalik kegigihan itu, masyarakat dari pulau garam ini memiliki rasa humor yang khas. Karakter lain yang lekat dalam diri orang-orang Madura adalah perilaku yang selalu apa adanya dalam bertindak. Suara yang tegas dan ucapan yang jujur kiranya merupakan salah satu bentuk keseharian yang bisa kita rasakan jika berkumpul dengan orang Madura.

Sosok yang berpendirian teguh merupakan bentuk lain dari kepribadian umum yang dimiliki suku Madura. Mereka sangat berpegang pada falsafah yang diyakininya. Apa pun mereka lakukan untuk mempertahankan harga diri. Masyarakat Madura sangat taat beragama. Selain ikatan kekerabatan, agama menjadi unsur penting sebagai penanda identitas etnik suku ini. Bagi orang Madura, agama Islam seakan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari jati dirinya. Akibatnya, jika ada warga Madura yang memeluk agama lain selain Islam, identitas kemaduraannya bisa hilang sama sekali. Lingkungan sosialnya ‘akan menolak’, dan orang yang bersangkutan bisa terasing dari akar Maduranya.

Hebatnya, di luar urusan perkawinan, masyarakat Madura sangat terbuka dan menghargai perbedaan identitas keagamaan. Perbedaan agama tidak menjadi penghalang untuk menjalin kerja sama dengan orang lain. Tidak pernah ada pembakaran tempat ibadah di Madura hanya karena perbedaan keyakinan agama, kecuali karena konflik politik.

Korban Stigmatisasi

Namun di luar nilai-nilai positif yang konstruktif terdapat sebuah stigma yang mendera suku Madura sejak lama. Terdapat sebuah stigma sosial yang sudah lama dipergunakan ‘orang luar’ untuk mengidentifikasi masyarakat Madura hingga kini, yaitu keterbelakangan dan kekerasan. Dua label yang belum tentu benar itu selalu muncul ketika orang-orang berbicara tentang Madura dan masyarakatnya.

Kekasaran seakan-akan menjadi atribut yang melekat dalam jati diri masyarakat Madura. Banyak orang mencitrakan masyarakat dan kebudayaan Madura dengan sikap serba sangar, mudah menggunakan senjata dalam penyelesaian masalah, pendendam dan tidak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Masyarakat Madura pada dasarnya adalah orang berwatak keras dan bertemperamen tinggi.

Tanpa bermaksud membenar pencitraan itu, sejarawan Kuntowijoyo coba mengaitkannya dengan kondisi alam. Alam Madura memang kurang subur, relatif kering dan gersang. Kondisi ini memaksa masyarakatnya bekerja keras. Para petani harus berjuang keras untuk mempertahankan hidup. Bahkan demi sejengkal tanah, mereka rela meregang nyawa. Maklum, tanah adalah darah dagingnya petani.

Para nelayan juga harus berani melawan derasnya ombak di lautan. Kondisi tersebut menjadi faktor penyebab mengapa laju pembangunan di sini relatif tertinggal dibandingkan daerah lain, khususnya di wilayah Jawa Timur, dan mendorong sebagian besar warga Madura bermigrasi ke daerah lain sejak puluhan tahun silam. Ada yang mengaitkan citra kekasaran masyarakat Madura dengan pengalaman masa lalu.

Di masa kapitalisme kolonial, masyarakat Madura mengalami proses eksploatasi dan dan dehumanisasi. Perlakuan itu melahirkan perilaku kriminal di tengah masyarakat.
Meskipun sulit dibantah bahwa kekerasan telah menjadi bagian dari kehidupan orang Madura masa lalu, Sepanjang perjalanan sejarah suku Madura, amat sulit ditemui data-data mengenai tindakan-tidakan seperti perkelahian antar desa atau kampung, kekerasan berbau SARA, dan sebagainya terjadi di Madura. Jenis pekerjaan seperti mengkondisikan mereka mengkondisikan mereka bersikap tegas, berani, dan terkadang berlaku kasar agar tetap eksis. Dalam kasus-kasus tertentu, temperamen orang-orang Madura yang ’serba keras’ itu dimanfatkan segelintir orang untuk menekan lawan (premanisme) dalam menyelesaikan masalah.

Kajian yang Jarang

Sayangnya, amat jarang kajian akademis mengenai masyarakat Madura di tempat leluhurnya dibandingkan penelitian tentang orang Madura di seberang lautan. Persoalan serupa diakui Dr Huub de Jonge, seorang peneliti Madura dari Universitas Nijmegen (Belanda). Kajian tentang orang-orang Madura di perantauan lebih banyak terkait dengan kekerasan. Padahal di pulau Madura sendiri terdapat hal positif, baik tata nilai, agama, maupun karya-karya seni seperti seni tari, ukiran, musik dan sebagainya.

Bahkan, mengutip seorang peneliti luar, Mien A. Rifai mengatakan Madura bukan pulau melainkan benua. Madura memang kecil, tetapi unsur-unsur kebudayaannya sangat kaya. Mungkin karena kuatnya pencitraan negatif tersebut, sebagian orang-orang Madura di perantauan, terutama kaum terpelajar, merasa malu menunjukkan jati dirinya sebagai orang Madura.

Kebudayaan Madura menghadapi tantangan dahsyat dewasa ini. Tantangan paling utama adalah bagaimana menghapus stereotipe negatif yang sudah terlanjur lengket di benak banyak orang tentang masyarakat Madura yang keras. Terima kasih kepada para tokoh dan teman-teman yang ada diluar Madura yang masih peduli akan daerahnya, marilah kita bangkit bahwa kita bisa menjadi daerah yang disegani dan dihormati di seluruh dunia. Kawan Madura akan selalu menunggu kiprahmu dalam rangka membangun tempat kelahiranmu.

Madura Akulah Darahmu........Terima kasih kepada D.Zawawi Imron, Mien A Rifai, Said Abdullah, Hub de Jonge, dkk yang cinta Madura.

Penulis: Hozairi, Putra Daerah Madura (Mahasiswa PPS FTK ITS)

Sumber: ITS On Line, 14 Maret 2008

4 Komentar:

Pada 12 September 2014 pukul 18.15 , Anonymous Anonim mengatakan...

madura itu yahudi,,tukang caplok tanah warga ,,,suku madura suku paling brengsek di NKRI

 
Pada 15 September 2014 pukul 11.59 , Anonymous Anonim mengatakan...

suku yg terkenal keras juga banyak di indonesia biasa 2 aja ,,,masalahnya bagi etnis madura dia pake sikap keras itu untuk tujuan negatif ...tanah tuhan,,,besi tuhan ,,rumah tuhan,,jemuran tuhan,,,kacau deh......

 
Pada 16 Januari 2016 pukul 07.08 , Blogger Oberon mengatakan...

Dayak juga terkenal keras dan mengerikan tapi mereka sopan dan ramah terhadap para pendatang

 
Pada 16 Januari 2016 pukul 07.08 , Blogger Oberon mengatakan...

Dayak juga terkenal keras dan mengerikan tapi mereka sopan dan ramah terhadap para pendatang

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda