Batik Tulis Dusun Magog Desa Kottah
Kecamatan Jrengik

Kerajinan Warisan Leluhur, Tetap Jaga Keaslian

Kekhasan batik tulis Desa Kottah cukup dikenal. Motif dan kualitasnya sudah mendapat acungan jempol dari berbagai pecinta seni batik. Kini batik Kottah dijadikan ikon budaya dalam pekan swadesi kabupaten.

Butuh satu jam perjalanan dari arah Kota Sampang menuju Jrengik. Dusun Magog, Desa Kottah, sendiri berada di dataran tinggi. Selama perjalanan menuju dusun tersebut dijumpai tebing dan sungai di sisi jalan.

Di dusun ini berdri tegak deretan rumah berdinding jalinan bambu ditopang tiang pancang dari kayu. Suasana dusun masih akrab terasa. Begitu juga warga yang tampak akrab ketika melihat kedatangan orang luar.

Ketika di Dusun Magog, koran ini menuju rumah H Sirojuddin, pengusaha batik. Kerajinan batik yang dikelolanya sudah berlangsung ratusan tahun.

Sirojuddin cerita, awalnya keluarganya memroduksi batik dari bahan alam yang tersedia di sekitar area rumah. "Di sini dulu banyak tumbuh pohon kapas," ujarnya. Karena itu, dulu kain yang digunakan untuk bahan baku pembuatan batik dibuat dengan cara tradisional.

Begitu pula dengan bahan obat tinta yang digunakan untuk melukis batik. Dulunya, bahannya dari tumbuhan yang ada di sekitar. "Leluhur saya dulu mengunakan daun beringin, akar mengkudu, dan kulit kayu sogeh (sejenis pohon yang daunnya mirip seperti daun buah kenari) untuk bahan obat tinta," cerita Sirojuddin.

Tapi, kini, seiring dengan berkembangnya teknologi, perajin batik Kottah sudah banyak yang beralih ke bahan obat tinta buatan pabrikan. "Ini karena kita lebih mementingkan kecepatan waktu pembuatan," ujarnya.

Jika bikin batik dengan menggunakan metode dan bahan tradisional, waktu yang diperlukan sangat lama. Untuk merendam kain polos dalam obat tinta saja lebih dari 20 hari. Kini dengan berbekal bahan pabrikan, bisa menghemat waktu.

Namun begitu, menurut Sirojuddin, teknik untuk membuat batik Kottah tetap dijaga keasliannya. Dia tetap menjalankan tahapan langkah pembuatan seperti yang dilakukan leluhurnya dulu. "Inilah yang menjadi keistimewaan batik kita," katanya.

Perlu tiga tahapan dalam merendam kain polos. Itu harus dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Usai kain rendaman dijemur sampai kering, lalu dicuci dan direndam lagi dengan bahan obat hingga tiga kali berturut-turut selama tiga hari tiga malam. Ini agar tinta yang akan ditorehkan di atas kain polos itu menjadi lebih awet dan lebih mengkilat.

Ada dua jenis kain bahan baku yang digunakan sebagai dasar pembuatan batik Kottah. Yakni, kain sutra dan primis. Umumnya yang paling dicari orang adalah batik yang ditorehkan di atas kain sutra. Harganya lumayan tinggi, berkisar Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu.

Sedangkan batik jadi berbahan kain primis harganya lebih rendah, di kisaran Rp 175 ribu hingga Rp 200 ribu. Menurut Sirojuddin, pemasaran batiknya telah meluas hingga ke luar daerah. Seperti ke Surabaya, Pamekasan, Malaysia sampai Amerika.

Khusus untuk pemasaran di Amerika, menurut Sirojuddin, terjadi saat ada seorang pendatang yang tertarik dengan keunikan dan kekhasan batik Kottah. Lalu, batik Kottah diborong ke Amerika. "Saya ingat sekali itu terjadi di 1978 lalu," ungkapnya.

Moh. Najib, sekretaris sentra pemasaran batik tulis Kottah, menjelaskan sejauh ini ada sekitar 30 pengusaha usaha batik tulis yang tercatat di Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pertambangan Sampang. Padahal, di lapangan justru lebih banyak dari itu. Ini karena hampir sebagian besar warga Dusun Magog yang memilki usaha batik sebagai usaha sampingan. "Kerja utama kita adalah betani. Tapi sembari menambah penghasilan, kita pun membatik," kata Najib.

Harga bahan baku yang semakin hari semakin melonjak, membuat para pengusaha dan perajin batik merasa khawatir. Sebab, penghasilan yang diperoleh dari penjualan batik minim. Tapi karena pesanan masih cukup banyak, perajin sementara mengandalkan dana order dari pemesan untuk membeli bahan baku. "Artinya begitu dana order masuk, saat itulah kita berproduksi," terang najib.

Beberapa hari lalu sudah ada perbincangan dari Bupati Noer Tjahya yang ingin memberdayakan potensi lokal. "Saat itu bupati cerita bahwa ingin mengentaskan kemiskinan di wilayahnya," kata Sirojuddin. (SILVIA RATNA D)

Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 24 Mei 2008