Memasok Kebutuhan Daging Nasional
Dengan Sapi Madrasin

Di Pamekasan, program IB sudah dilaksanakan sejak tahun 1970. Saat itu IB dilakukan masih antara sapi betina dan sapi jantan Madura. Dalam perkembangannya, program ini berjalan sangat lamban. Sepanjang tahun respon masyarakat rendah. Ini ditandai dengan rendahnya sapi akseptor. Ini terjadi karena hasil IB antar sapi Madura hasilnya sama dengan hasil kawin secara alaim. Tidak ada hasil yang ekstrem.

Oleh MASDAWI DAHLAN

Melihat kondisi itu Pemkab Pamekasan melakukan berbagai terobosan. Pada tahun 2001 diadakan semacam legal opinion. Saat itu masyarakat menyepakati perlunya terobosan teknologi IB dengan menggunakan sapi luar Madura, yakni sapi Limusin. Dipilihnya sapi limusin ini karena dari segi performance. Warna bulu sama dengan sapi Madura, yakni berwarna merah bata. Hanya dari segi fisiknya saja, sapi Limusin lebih besar daripada sapi Madura.

Kawin silang dengan memadukan antara sapi Madura dengan sapi Limusin ini ternyata menghasilkan sebuah kejutan baru bagi upaya peningkatan persediaan sapi potong. Bobot lahir meningkat, bobot sapih meningkat, dan pertumbuhan bobot badan juga meningkat. Dengan upaya ini, status Madura sebagai gudang ternak sapi potong yang berkualitas untuk menuhi kebutuhan regional dan nasional akan tetap bertahan.

Kepala Dinas Peternakan Pamekasan, Ir R Hanafi Hendrayana, mengatakan secara terencana program IB sapi Limusin ini digerakkan mulai tahun 2002. Saat itu mulai diujicobakan di Pamekasan. Ternyata hasilnya sampai sekarang tetap banyak diminati. Ini terlihat dari peningkatan jumlah, baik dari segi jumlah akseptor IB yang terus meningkat maupun jumlah peternak yang berminat untuk mengembangkan kawin silang antara sapi Madura dengan sapi Limusin.

“Hingga saat ini sudah terdapat sekitar 2.000 ekor sapi Madrasin atau sapi hasil IB kawin silang antara sapi Madura dengan sapi Limusin yang ada di seantero Pamekasan. Yang perlu kami tegaskan di sini adalah bahwa sapi Madrasin ini adalah sapi untuk dipotong, bukan untuk dikembangbiakkan lagi. Ini harus dipahami,” tandasnya

Pemkab Pamekasan kini juga telah menetapkan embrio kawasan sapi Madrasin, antara lain di Desa Plakpak Kecamatan Pegantenan. Mayoritas di desa ini penduduknya beternak sapi Madrasin. Desa ini merupakan desa yang paling banyak jumlah peternak sapi Madrasin sehingga desa ini dikenal sebagai kawasan peternak sapi Madrasin.

Selain di Plakpak, embrio kawasan sapi Madrasain lainnya adalah Desa Akor Palengaan, Lancar, Montok, Duko Timur di Kecamatan Larangan. Semua desa ini kini menjadi desa binaan program pengembangan sapi potong sapi Madrasin. Kini program itu juga tengah digalakkan untuk kecamatan lainnya, yakni Kecamatan Tlanakan, Pademawu dan Galis.

Pengembagan sapi Madrasin sangat terasa keuntungannya bagi peternak. Seekor sapi Madrasin yang berusia 3 bulan lepas sapih untuk jenis kelamin jantan harganya sekitar Rp 5 juta, sedangkan untuk jenis kelemin betina harganya Rp 4 juta. Sementara harga sapi Madrasin yang siap potong minimal harganya Rp 15 juta dan ada yang mencapai Rp 20 juta. Selama ini hasil produksi sapi Madrasin ini selain dikirim keluar Madura ada juga yang dipotong untuk memenuhi kebutuhan di Pamekasan sendiri. Daging sapi Madrasin ini tidak jauh berbeda dengan daging khas sapi Madura.

Menurut Hanafi, program pengembangan sapi Madrasin ini sangat cocok untuk menyambut program nasional swasembada daging pada tahun 2012 nanti. “Biaya yang dibutuhkan untuk program ini memamg banyak, karena butuh banyak pakan yang meliputi dedaunan, makanan tambahan konsentrat, dan sebagainya. Namun, jika dibandingkan dengan hasilnya, ternyata lebih banyak dan pasti menguntungkan,” jelasnya.

Semangat pengembangan program IB yang menghasilkan sapi Madrasin ini bukan tanpa hambatan. Berbarengan dengan tingginya minat masyarakat untuk program ini, muncul kekhawatiran akan terjadinya kepunahan sapi asli Madura. Karena itu, pemerintah kini membuat program Pembibitan Sapi Potong Pedesaan, yaitu program pengembangan sapi potong yang menggunakan bibit sapi asli Madura. Untuk keberhasilan program ini diperkirakan membutuhkan sekitar 10 ribu ekor bibit sapi Madura.

Kini, penyediaan 10 ribu ekor sapi asli Madura itu sudah terpenuhi. Karena itu, kekhawatiran akan terjadinya kepunahan sapi asli Madura akibat gencarnya program sapi Madrasin ini tidak perlu terjadi. Selain itu, pemerintah kini juga melakukan upaya pemurnian sapi Madura dengan pelastarian plasma nutfah yang dikembangkan di kawasan utara Pamekasan, meliputi Kecamatan Batumarmar, Pasean dan Waru. Tiga kecamatan ini dikenal dengan nama kawasan sumber bibit sapi potong Madura. adv

Sumber: Surabaya Post, Kamis, 3 Desember 2009

Label: , ,