Mahfud: Untuk Percepat Pembangunan Madura

Perlu Perlakuan Khusus

Madura harus sadar bahwa sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki masih belum siap melakukan dan menghadapi industrialisasi Madura pasca - Suramadu. Berdasar demografi pendidikan di Bangkalan dalam Angka 2009, masih 50 persen sumber daya manusia (SDM) - nya adalah lulusan sekolah dasar (SD). Madura hanya memiliki sedikit SDM berketerampilan sarjana.

Bagaimana Madura pasca Jembatan Suramadu? Pembangunan tidak akan berjalan baik jika dibiarkan berjalan secara alamiah. Pembangunan Madura harus berjalan dengan rencana. Maka, harus dibangun sistem yang kondusif secara sosial. Mengingat Madura belum memiliki SDM yang belum mampu dan siap, maka diperlukan discriminative action.

Pernyataan ini dilontarkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Muhammad Mahfud M. D. saat menjadi keynote speaker pada Seminar Nasional Bersama Membangun Madura yang digelar Pemkab Bangkalan kemarin (31/10). Bertempat di Pendapa Raden Pratanu Bangkalan, Mahfud berbicara di hadapan sedikitnya seribu undangan yang hadir. Antara lain, bupati se Madura, perwakilan Pemprov Jatim, BPWS (Badan Pengembangan Wilayah Suramadu), ulama, dan stakeholder lainnya se Madura.

Mahfud mengatakan, discriminative action adalah merupakan salah satu jalan keluar. Paling tidak, kebijakan itu bisa menjadi obat sementara untuk mengejar ketertinggalan masyarakat Madura. "Madura ini perlu kebijakan afirmatif. Kebijakan ini bersifat diskriminasi sementara, tapi dibenarkan sampai keadaan menjadi setara," terangnya.

Menurut dia, kebijakan diskriminatif pernah dilakukan di Amerika Serikat. Yaitu, saat pemerintah Amerika hendak menyetarakan hak penduduknya yang berkulit hitam. "Jadi, di Amerika waktu itu ada keistimewan pada warga kulit hitam untuk disediakan bangku di sekolah - sekolah. Sebab, kalau tidak begitu mereka tidak bisa sekolah," tuturnya.

Hal yang sama juga dilakukan konstitusi Indonesia terhadap hak politik perempuan. "Kita tahu perempuan diberi jatah 30 persen di parlemen. Perempuan itu tidak perlu bertarung. Kalau tidak begitu, perempuan tidak akan dipilih," jelasnya.

Nah, di Madura, perlakuan khusus tersebut bisa dipakai dalam hal SDM. Misalnya, ada posisi pekerjaan yang membutuhkan S1 (sarjana strata 1), untuk sementara posisi itu ditempati oleh SDM Madura lulusan diploma atau lainnya. "Kebijakan seperti bisa dipertahankan terus sampai kondisinya setara. Artinya, kalau sudah banyak lulusan S1 di Madura, maka kebijakan itu berangsur bisa ditiadakan," tegasnya.

Bukan hanya dalam hal SDM. Discriminative action juga diperlukan untuk mendukung pembangunan Madura. Menurut dia, sudah sepatutnya masyarakat Madura bersama dengan pemerintah daerahnya mendesak dengan negosiasi yang berani agar Madura segera bisa dibangun. "Kita ini sudah banyak memberikan kontribusi ke negeri ini. Jadi, tidak berlebihan dan tidak ada salahnya kalau kita menuntut lebih keras," ajaknya.

Pria asli Sampang ini mengungkapkan, implikasi keberadaan Suramadu diakui atau tidak harus memaksa semua pihak di Madura berbuat. Sebab, Suramadu akan memancing selera investasi. "Kalau tidak terpancing, kita yang pancing mereka supaya datang ke Madura. Saya rasa itu diketahui oleh semua bupati di Madura," ujarnya.

Sebelumnya, para bupati Madura telah memberikan sambutan. Berurutan dari tuan rumah Bupati Bangkalan Fuad Amin, Bupati Sampang Noer Tjahja, Bupati Pamekasan Kholilurrahman, dan Asisten Pembangunan Sumenep M. Djasmo yang mewakili Bupati Sumenep M. Ramdlan Siraj.

Fuad mengatakan, mainstream pembangunan Madura harus lebih luas. Pembangunan Madura harus diartikan juga pembangunan Indonesia. "Karena itu, kita harus menegaskan komitmen bagaimana membangun Madura sebagai bagian dari membangun Indonesia. Maka, pemerintah provinsi dan pusat harus ikut bertanggung jawab membangun Madura," tegasnya.

Untuk merealisasikan itu, sambungnya, semua pihak harus ikut bertanggung jawab dengan melakukan sinkronisasi. Sehingga, tidak ada tumpang tindih kewenangan. "Apalagi BPWS sudah siap membangun dengan anggarannya," katanya.

Sedangkan Noer Tjahja sempat mengemukakan kekecewaannya. Sejak menjadi bupati, dia hanya menghadiri seminar dan pembicaraan tentang Madura pasca - Suramadu. "Tapi hasilnya opet: odhi' pettah (hanya pembicaraan, Red). Mudah - mudahan yang sekarang ini tidak, karena saya melihat semua bupati bisa berkumpul," tuturnya.

Menurut dia, hingga saat ini Suramadu masih berfungsi sebatas jembatan penyeberangan. Dia berharap Pemprov Jawa Timur mulai memperlihatkan fakta dukungannya di APBD 2010 untuk pembangunan Madura.

Karena itu, dia mengajak para bupati Madura merapatkan barisan. Sebab, Madura tidak bisa dibangun secara parsial (terpisah) seperti yang dikhawatirkannya. "Saya berani bertaruh, misalnya bidang pendidikan, kita rumuskan konsep bersama. Saya yakin, apa pun akan turun ke Madura untuk merelaisasikannya," tandasnya.

Giliran Kholilurrahman, dia menyatakan, Madura memang seringkali menjadi bahan pembicaraan dan menjadi perhatian. Namun, hingga saat ini belum ada pembicaraan final terkait Madura. "Kita harus selesai membicarakan ini dan segera membuat kesepakatan final. Ini yang perlu dilakukan ke depan," tegasnya.

Mengenai pembangunan Madura, Kholilurrahman menilai konsep Gerbang Kertasusila maupun Germa Kertasusila sama sekali tidak sesuai dengan semangat Madura. "Saya kira sudah saatnya Madura bisa secara mandiri membentuk konsep Madura Raya," ujarnya.

Sebab, jelasnya, ada batas - batas tertentu yang membuat Madura harus dibangun secara terpadu dan khusus. Hal itu dinilai akan lebih efektif dan efisien dibandingkan jika tergabung dengan wilayah lain di luar Madura.

Di akhir, Kholilurrahman mengajak agar lebih serius membangun Madura dengan mengajak empat bupati menemui presiden. "Sebaiknya kita jangan muter - muter di seminar terus. Ayo kita temui presiden agar pembangunan Madura ini segera tercapai," ajaknya.

Terakhir, Djasmo membenarkan segala yang disampaikan bupati sebelumnya. Menurut dia, yang terpenting adalah adanya blue print perencanaan Madura secara terpadu. "Itu harus konsisten dijalankan. Jangan sampai begitu ada perubahan pemimpin pemerintahan hal - hal prinsip akhirnya terbengkalai dan tidak dijalankan," tandasnya. (nra/mat)

Sumber: Jawa Pos, Minggu, 01 November 2009

Label: , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda