Industri Manufaktur di Madura

PENGEMBANGAN Suramadu diharapkan tidak hanya mendongkrak perekonomian di Jawa Timur saja akan tetapi juga perekonomian nasional. Industri manufaktur merupakan salah satu jawaban untuk mendongkrak perekonomian ini. Sungguh sangat disayangkan bila jembatan kebanggaan nasional Suramadu yang kokoh berdiri sudah seumur jagung ini hanya untuk menghubungkan Pulau Jawa dan Madura saja tanpa membawa dampak signifikan terhadap peningkatan harkat hidup di kedua daerah, baik di Jawa maupun Madura.

Oleh Yuwono B Pratiknyo

Tanpa menyalahkan BPWS, karena memang badan ini baru saja terbentuk. Apabila boleh berandai-andai, Jika saja BPWS yang merupakan Badan yang dibentuk khusus melalui Peraturan Presiden ini sudah ditetapkan jauh hari sebelum jembatan Suramadu selesai, ceritanya mungkin akan lain lagi. Perekonomian dan kemakmuran masyarakat khususnya di Madura saat ini mungkin saja akan lebih dirasakan masyarakat.

Menilik program kerja BPWS dalam jangka pendek ini yang lebih fokus pada program kerja yang sifatnya berupa pengembangan infrastruktur yang meliputi pengembangan pelabuhan atau terminal petikemas, air bersih, pelebaran jalan serta pembuatan jaringan telekomonikasi dan listrik.

Ke depan infrastruktur di daerah Surabaya dan Madura akan semakin lengkap. Program peningkatan Sumber Daya Manusia di Madura juga menjadikan program kerja BPWS disamping infrastruktur. Kemudian yang perlu dipikirkan selanjutnya adalah problem tenaga kerja, mau dikemanakan sumber daya manusia yang terampil ini nantinya akan disalurkan? Jawaban yang mungkin adalah pembangunan industri manufaktur.

Lini Terdepan

Di era dunia datar (flat world) yang dipacu oleh roda globalisasi dan liberalisasi, industri manufaktur sudah terbukti berada di lini terdepan dalam pertarungan menghadapi persaingan mondial. Sebagai contoh Singapura. Kerja keras Singapura untuk memulihkan kondisi perekonomian mereka mulai menampakkan hasil. Membaiknya performa ekonomi Singapura pada kuartal dua tahun ini, dipicu oleh menguatnya sektor manufaktur.

Indonesia sebagai negara yang juga terimbas krisis global yang dewasa ini terjadi sebetulnya bisa menjadikan kondisi ini sebagai momentum untuk membenahi industri manufaktur. Harus akui, industri manufaktur pada tahun 2008, merupakan penyumbang terbesar dalam produk domestik bruto Indonesia, yaitu 27,9 persen, jauh meninggalkan peranan sektor-sektor urutan berikutnya, berturut-turut: pertanian sebesar 14,4 persen; perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 14,0 persen; serta pertambangan dan penggalian sebesar 11,0 persen (sumber: BPS).

Sekalipun tergopoh-gopoh, industri manufaktur kita ternyata masih tumbuh positif. hal ini bisa jadi bertolak belakang dengan industri manufaktur di Amerika yang mengalami penurunan drastis. Salah satu faktor yang membuat industri manufaktur kita tak mengalami hantaman berat adalah karena relatif kecilnya peranan industri yang berorientasi ekspor dan ketergantungan pada bahan baku impor rendah.

Memang benar kalau industri manufaktur yang berorientasi ekspor menghasilkan devisa yang besar namun perlu diingat, krisis yang global ini juga berimbas pada berbagai negara yang bisa dipastikan juga akan berpengaruh pada pasar ekspor. Sehingga ternyata industri manufaktur yang berorientasi pada pasar dalam negeri ternyata masih memiliki harapan yang cerah.

Kalau kita lihat kondisi saat ini, ada tiga sektor utama yang treadables di era global yaitu sektor pertanian, manufaktur, pertambangan dan galian. Kalau kita lihat kondisi di Madura maka sektor pertanian jelas tidak mungkin dikembangkan, karena memang pulau ini tidak lebih baik untuk pertanian jika dibandingkan dengan pulau Jawa.

Pertambangan dan galian juga tidak sebesar pulau Kalimantan yang menghasilkan banyak tambang. Sehingga hanya sektor industri manufakturlah yang cocok dikembangkan di pulau ini. Kalau boleh menganggap Batam sebagai salah satu pusat industri manufaktur, yang banyak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produk ekspor, maka bukan tidak mungkin Madura menjadi pusat industri manufaktur yang bisa membuat produk untuk kebutuhan industri dalam negeri sendiri.

Mengapa demikian? Jumlah penduduk bangsa ini saat ini hampir mendekati 250 juta jiwa, jumlah penduduk yang besar ini menjadi incaran produk-produk asing untuk masuk ke pasar Indonesia. Dan perlu diingat bahwa peningkatan daya saing dan profit maximization akan menjadi dasar hukum pergerakan barang dan jasa. Kalau dilihat dari hukum pergerakan barang dan jasa, maka sangat tepatlah jika mengharapkan Madura sebagai 'The Center of Manufacturer' di Indonesia.

Pertama, Madura memiliki tempat yang strategis. Dengan posisinya yang berada di 'tengah-tengah Indonesia' maka proses distribusi barang akan semakin mudah. Pasar di Indonesia Timur atau di Indonesia barat akan semakin mudah dijangkau, apalagi pulau Jawa yang saat ini sudah terhubung. Kedua, Masih banyak lahan di Pulau Madura yang belum tergarap dengan baik sehingga perlu pemanfaatan yang lebih lanjut. Ketiga, kesejahteraan masyarakat Madura. Masyarakat khususnya Madura memerlukan lapangan pekerjaan di sektor formil.

Dengan meningkatkan industri manufaktur maka akan berdampak sangat luas terhadap perekonomian. Struktur perekonomian akan menguat karena sektor primer kembali akan relatif menguat sehingga peningkatan proses nilai juga meningkat, yang pada gilirannya akan meningkatkan laju peningkatan produktivitas dan tingkat upah riil.

Lebih jauh lagi, peningkatan relatif sektor industri manufaktur akan mempercepat basis obyek pajak dan peningkatan nisbah pajak (tax ratio) yang berkelanjutan. Peningkatan sumber penerimaan pemerintah pada gilirannya akan membuat fondasi makroekonomi lebih kuat dan fungsi pemerintah semakin optimal.

Berbasis Pertanian

Perkembangan dan peningkatan industri manufaktur akan sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat, semakin tingginya tingkat pendidikan rata-rata penduduk, dan perubahan komposisi demografis. Dan akan berpengaruh pada berkurangnya jumlah dan proporsi pekerja di sektor pertanian. Hal ini harus kita tetap waspadai karena meski negara kita ini luas dengan sumber daya alam yang berlimpah, ternyata kita masih merupakan pengimpor beras, gula, kedelai, daging dan kebutuhan hasil pertanian lainnya.

Berarti ada sesuatu yang salah dengan system ini, harga pupuk yang mahal, kurangnya tenaga pertanian dan kualitas hasil pertanian yang kurang menjadi penyebab Negara kita menjadi negara pengimpor hasil pertanian.

Perkembangan ekonomi akan makin sehat kalau ada keterkaitan antara kedua sektor ini (industri manufaktur berbasis pertanian). Sektor pertanian dan industri bukan pilihan, melainkan berjalan seiring. Sampai kapan sektor ini bersinergi? Tentu saja sampai titik tertentu, ketika kedua sektor ini sudah mencapai titik optimal, barulah sektor jasa modern kian berperan secara sehat.

Sangat mungkin dan relevan apabila Madura menjadi pusat industri manufaktur baru di Indonesia, yang tentunya juga harus diperhatikan dampak-dampak negatif yang mungkin timbul. Selain itu, kekhasan Madura sebagai pulau yang agamis juga tetap diperhatikan dengan menjadikan warga Madura dapat berperan aktif menjadi tuan rumah di Pulaunya sendiri. Dikemudian hari, industri manufaktur diyakini akan menjadi tulang punggung Indonesia pada umumnya dan pulau Madura pada khususnya.

Yuwono B Pratiknyo, Dosen Program Studi Teknik Manufaktur Universitas Surabaya

Sumber: Surya, Jumat, 30 Oktober 2009

Label: , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda