Menembus Pasar Global
DINAS Perdagangan dan Perindustrian (Diperindag) Kabupaten Pamekasan mencatat saat ini ada sekitar 1.200 unit usaha perajin batik tulis yang tersebar di 11 kecamatan dengan mempekerjakan 2.505 orang.
Semua unit usaha kerajinan ini cukup eksis. Sebagian besar berupa home industri yang dikelolah dengan manajemen pabrikan. Namun ada juga perajin batik yang menganggap sebagai mata pencaharian sambilan, selain profesi utama mereka adalah petani.
Yang pasti, hampir semua perajin menghasilkan karya selembar kain batik tulis khas Pamekasan yang dijual dengan harga beragam, tergantung motif dan kualitas kainnya. Ada juga yang dijual sampai seharga belasan juta rupiah per potong kain batik tulis.
Biasa harga yang relatif mahal itu untuk batik tulis tiga dimensi di selembar kain sutera berkualitas kelas atas. Juga ada batik yang bernama Three In One. Artinya satu stel batik terdiri dari kerudung, baju dan sarung atau sampir.
Selain itu ada batik yang bernama Sarimbit. Yakni batik satu pasang yang terdiri dari 4 potong meliputi kerudung, baju dan sarung atau sampir untuk ibu plus satu potong baju untuk bapak. Harganya berkisar Rp 750 ribu. Namun ada juga batik tulis umum yang biasa dipakai masyarakat menengah ke bawah yang dijual mulai Rp 75 ribu hingga Rp 750 ribu per potong.
Terlepas kualitas dan kelasnya, menurut Amallliah, Ketua Koperasi Sekar Jagat Pamekasan yang beranggotakan 28 perajin ini, bahwa kain batik tulis karya perajin Pamekasan rupanya semakin memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan pemasarannya yak hanya domistik atau sebatas di wilayah Madura saja. Juga sudah mulai dipasarkan ke berbagai kota di Indonesia, seperti Jakarta, Jogjakarta, Semarang, Surabaya, Bali, Makasar dan kota besar lainnya.
Bahkan sebagian perajin mulai mampu menembus pasar luar negeri, meski belum melalui jalur ekspor. “Kain batik tulis khas Pamekasan ini mulai populer di luar negeri karena dibawa pencinta batik,” katanya.
Dikatakan, membuat batik tulis membutuhkan waktu cukup lama. Apalagi membatik merupakan hasil karya seni yang indah. Sehingga untuk satu potong batik tulis berukuran 2,75 meter, pengerjaan bisa selesai dalam seminggu. Itupun tergatung motiv batik yang diinginkan. “Semakin rumit maka semakin lama pula penyelesaiannya. Sehingga wajar kalau harga batik tulis lebih mahal daripada batik cap,” ujar Amallillah.
Ragam batik yang diproduksi perajin Pamekasan setidaknya ada lima. Pertama motif Sekar Jagat (berlambang pemersatu keluarga yang biasanya dipakai untuk mendampingi penganten. Kedua motif Sabit Manik, sebagai lambang percintaan yang dipakai untuk melamar calon penganten, dan ketiga motif Pisang Bali dan Kipas Bali, perlambang pemersatu mempelai yang dipakai saat di atas pelaminan.
Berikutnya motif tanahan sebagai lambang kesuburan dari suatu negara yang digunakan untuk pakaian setiap hari, dan terakhir motif kontemporer, yakni gabungan antara motif tradisional dan modern.
Adapun 11 kecamatan yang masyarakat cukup populer dikenal sebagai pembatik itu adalah Kec. Tlanakan, Pademawu, Galis, Larangan, Pamekasan, Proppo, dan Palengaan. Lainnya, Kec, Pegantenan, Pakong, Kadur dan Kecamatan Waru. Rata-rata setiap tahun mampu memproduksi 300 ribu potong kain batik.
Menurut Kepala Dinas Perindag Drs Atok Suharyanto MSi, dalam satu tahun omset atas penjualan batik tulis khas Pamekasan ini mencapai Rp 23 miliar. “Hasil penjualan tertinggi dipegang perajin di Kec. Proppo dengan total Rp 15 milar lebih. Sedangkan omset atau nilai usaha yang terendah di kecamatan Larangan yang hanya mencapai Rp 50 juta,” tuturnya.
Pihaknya yakin dengan perkembangan pasar, menyusul tingginya minat masyarakat terhadap kain batik tulis, usaha kerajin batik di Pamekasan, semakin berprospek cerah. “Kami yakin kain batik khas Pamekasan ini tak hanya mengusai di pasar domestik, namun bisa menembus pasar global,” tegasnya. “Ya, kalau selama ini batik kita menembus pasar luar karena ada turis atau kunjungan pejabat luar negeri ke Pamekasan, ke depan harus bisa melalui jalur ekspor,” tambahnya.
Senada dikatakan Bupati Drs KH Kholilurrahmkan SH. Dia merasa yakin batik tulis karya perajin di sana memiliki prospek bagus. Apalagi dengan dibukanya jembatan Suramadu. “Saya kok yakin nanti batik kita menjadi primadona industri kerajinan khas Pamekasan. Sebab batik tulis kita amat beda dengan batik tulis lainnya. Terkenal lebih kreatif, buktinya selalu mendapat sambutan ketika ikut pameran di berbagai tempat,” ujarnya. (MASDAWI DAHLAN)
Sumber: Surabaya Post, Senin, 8 Juni 2009
Label: batik, dokumentasi
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda