Radio Komunitas di Kepulauan Madura

Berita mengenai terdamparnya warga di pulau tak berpenghuni di gugusan Kepulauan Kangean cukup dramatik (Surya, 22/9). Itu mengingatkan pengalaman saat riset tentang peluang pendirian media lokal di kepulauan Madura tiga bulan yang lalu.

Oleh Surochiem As

Hingga saat ini terdapat 126 pulau yang masuk wilayah administratif Kabupaten Sumenep, sementara di Kepulauan Kangean tersebar 60 pulau yang sebagian besar memang belum berpenghuni. Kepulauan itu belum tersentuh pembangunan, terkesan telantar. Padahal, jika mau digarap serius, pulau-pulau itu bisa menjadi wisata kepulauan yang menarik. Bahkan, Polres dan Polair Sumenep pernah menyisir sejumlah wilayah kepulauan tak berpenghuni itu agar tidak dijadikan tempat persembunyian teroris.

Selama ini, gugusan Kepulauan Timur Madura hanya dilirik investor karena potensi migas, sementara pengembangan potensi yang lain seperti ecotourism, perikanan, budidaya laut, budaya, dan sumber daya manusia masih minim.

Tidak dimungkiri, perhatian Pemda Provinsi Jawa Timur belum terlihat dan terkesan melakukan pembiaran terhadap keberadaan pulau-pulau tersebut. Pemprov Jawa Timur dan publik baru ramai menyoal keberadaan pulau-pulau itu saat timbul ide akan dijual kepada investor beberapa waktu lalu. Kini, saatnya Pemprov Jatim memberi perhatian terhadap keberadaan pulau-pulau itu. Apalagi Gubernur Soekarwo juga pernah berkunjung dan berkampanye pada saat pilgub lalu yang disaksikan warga kepulauan.

Tantangan paling serius di kepulauan timur adalah persoalan akses transportasi dan komunikasi. Minimnya sarana transportasi dan komunikasi membuat penduduk kepulauan menjadi terasing dan terisolasi. Persoalan ini penting untuk mendapat perhatian agar warga kepulauan tetap merasa menjadi bagian dari warga Jawa Timur. Apalagi secara kultural warga kepulauan lebih dekat dengan daerah/suku asal, yakni berasal dari Bajo, Bugis, dan Mandar dari Sulawesi. Tidak heran jika warga kepulauan mengaku tidak lagi merasa punya ikatan dengan budaya Madura dan Jawa Timur. Mereka lebih sering berkomunikasi dengan masyarakat Bali dan Sulawesi.

Moda transportasi laut cepat antarpulau seperti kapal bahari ekspress harus dikembangkan. Jika saat ini hanya ada satu kapal cepat yang melayani Kalianget – Kangean seminggu sekali maka ke depan jumlah kapal laut cepat ini harus ditambah juga frekuensi perjalanannya agar mobilitas penduduk dan perekonomian antarpulau dapat berkembang. Ke depan pulau-pulau kecil milik Jawa Timur ini tidak boleh ditelantarkan. Warga kepulauan juga tidak boleh dilupakan dalam pembangunan Jawa Timur. Pembangunan wilayah dan masyarakat kepulauan adalah bagian tak terpisahkan dari pembangunan daratan Jawa Timur.

Guna membuka akses informasi, komunikasi antarwarga, dan memecah keterasingan antarpulau, direkomendasikan pendirian radio komunitas (rakom) sebagai media komunikasi bagi warga Kepulauan Timur Madura. Media lokal ini sangat strategis untuk pembangunan wilayah dan warga kepulauan. Rakom sangat bermanfaat bagi wilayah yang rentan bencana dan konflik. Media radio lokal bisa bermanfaat untuk menjadi media informasi, edukasi, evakuasi bencana, dan rekonsiliasi konflik. Dalam konteks jika ada warga hilang di kepulauan tak berpenghuni, radio juga bisa menjadi pemandu agar warga cepat mendapat pertolongan dan evakuasi. Keterasingan dan kebuntuan komunikasi antarwarga yang berkonflik juga bisa dimediasi melalui rakom.

Radio Komunitas Warga Kepulauan

Selama ini warga kepulauan banyak mendengarkan siaran radio dari Makassar dan Bali. Bahkan ada guyonan di antara warga kepulauan bahwa seseorang belum diakui pernah ke Bali atau Makassar jika belum mengirim salam lewat radio. Tidak heran, jika warga kepulauan yang pergi ke Bali dan Makassar akan mengunjungi radio dan mengisi kartu ucapan di radio terlebih dulu, sekadar untuk menunjukkan bahwa ia telah datang dan pernah pergi ke tempat tersebut.

Sebagai daerah dengan latar etnis yang berbeda, rakom dapat menjadi alternatif solusi untuk mencairkan kebekuan komunikasi warga. Bahkan, bisa menjadi ajang akulturasi di antara budaya asal. Konsep siaran bersama bisa dikembangkan seperti di Jepang, misalnya siaran pagi oleh etnis Bajo, siang oleh etnis Bugis, Mandar, dan malam oleh etnis Madura. Model ini bisa menjadi ajang konstruksi bagi budaya baru di kepulauan.

Rakom juga bisa membuka peluang dialog dan partisipasi warga. Forum warga untuk membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan komunitasnya dapat dikembangkan melalui radio. Dengan demikian mereka akan dapat membangun kesadaran dan kemampuan bermedia yang selanjutnya dengan kemampuan itu diharapkan dapat menanggani berbagai masalah lokal.

Melalui rakom, warga dapat berbagi informasi dan pendapat tentang berbagai kebijakan pemerintah dan program masyarakat. Akhirnya, rakom dapat menjadi ruang publik yang sehat, menjadi media hiburan warga kepulauan yang selama ini tidak terjangkau siaran radio karena area blankspot.

Semoga masyarakat Kepulauan Timur Madura dapat memiliki media radio sebagai sarana komunikasi antarwarga, ajang akulturasi, antisipasi bencana, mediasi konflik sekaligus memecah keterasingan warga dari pulau yang lain. Pemprov Jatim harus peduli dan tidak menelantarkan potensi pulau-pulau kecil. (n)

Surochiem As, Dosen Unijoyo Madura

Sumber: Surya, Selasa, 28 September 2010

Label: , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda