Pemikiran Akademisi harus Dipertimbangkan
SELAMA ini pemerintah memang banyak melibatkan akademisi untuk ikut memikirkan kemajuan dan pembangunan daerah. Namun, buah pemikiran tersebut tak jarang hanya menjadi formalitas belaka dan tak benar-benar dijadikan bahan pertimbangan. Padahal, di luar negeri pemerintahnya selalu mengajak dan memberikan tugas pada akademisi sebelum benar-benar menentukan langkah konkretnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Drs Ec HM. Edy Juwono Slamet MA ketika ditanya perihal keterlibatannya sebagai salah satu tim pakar dalam pembuatan rekomendasi penyusunan program percepatan pembangunan Madura yang diadakan oleh Universitas Trunojoyo (Unijoyo).
Dia menegaskan, keterlibatan perguruan tinggi dan para akademisi dalam pembangunan di Madura hendaknya jangan dipandang secara negatif. Sebab, meski secara khusus Pemprov meminta para akademisi ikut terlibat, adalah kewajiban perguruan tinggi (PT) untuk menyumbangkan saran dan usulan melalui kajian-kajian akademiknya.
"Jadi, jangan dipandang ngriwu'i atau ikut campur urusan pemerintah. Sebab, di luar negeri akademisi selalu diajak berpikir dan pendapatnya sangat berguna untuk dijadikan bahan pertimbangan. Ke depan dan seterusnya harus bisa seperti itu," imbaunya.
Toh, sambungnya, keberadaan perguruan tinggi di mana pun harus bisa menyumbang pemikiran bagi kemajuan daerahnya. Pelibatan akademisi dan PT oleh pemerintah di Madura seharusnya ditingkatkan dan hasilnya benar-benar dijadikan bahan pertimbangan. Terlebih, kondisi PT di Madura kurang memberikan peranannya kepada masyarakat. "Kalau cuma bikin sarjana-sarjana saja apa gunanya jika tak bisa mengembangkan daerahnya sendiri," tandasnya.
Dia mengatakan, pernah terjun langsung ke Unijoyo sebelum berstatus negeri seperti sekarang. Saat itu, dia mengembangkan pertanian di lahan kering. Sehingga, banyak mahasiswa berasal dari Irian Jaya banyak belajar di sana. "Nah, hal-hal seperti itu kan seharusnya dimanfaatkan oleh pemerintah. Sebab, tanah Madura itu cukup kering. Sama-sama harus aktif, pemerintah maupun perguruan tingginya," pungkasnya. (nra/ed)
Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 15 November 2008
Label: dokumentasi, edy juwono slamet
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda