Pilgub dan "Bargaining" Politik Madura

Oleh Pudjo Sugito

Keputusan Mahkamah Konstitusi yang memenangkan sebagian gugatan pasangan calon Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono secara otomatis telah melambungkan bargaining politik masyarakat Madura. Hal itu karena calon gubernur dan wakil gubernur baru Provinsi Jawa Timur nanti akan ditentukan oleh hasil pemungutan suara ulang yang akan dilaksanakan di Madura, tepatnya di Kabupaten Bangkalan dan Sampang.

Sebuah realitas yang harus disadari oleh semua elemen masyarakat Madura, khususnya di kedua wilayah kabupaten tersebut. Apalagi sampai saat ini, kedua daerah tersebut secara ekonomi masih relatif tertinggal dibandingkan dengan masyarakat kota/kabupaten lain di wilayah daratan Pulau Jawa bagian timur ini.

Untuk itu, tidaklah berlebihan manakala masyarakat di kawasan Madura tersebut harus mengajukan kontrak politik baru pada kedua calon pasangan cagub. Isinya dapat memaksa gubernur terpilih untuk benar-benar all out dalam mewujudkan clean and good governance serta gigih dalam menuntaskan persoalan ketertinggalan dan kemiskinan, lebih-lebih di kawasan Pulau Madura.

Perlu diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam publikasinya mensinyalir nyaris semua pejabat publik di negeri ini telah melakukan kebohongan. Untuk itu rakyat Madura harus menyadari terungkapnya perilaku buruk elite penguasa dan tidak boleh hanya larut dengan janji manis dari kedua pasangan cagub tersebut.

Namun, harus berkaca pada realitas sepak terjang masih banyak para pejabat publik yang nyata-nyata hanya bekerja untuk kepentingannya sendiri dan tidak banyak berbuat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin. Dan sangat mungkin fenomena buruk ini dipicu oleh tiga hal di antaranya moralitas pejabat sendiri, rongrongan tim sukses yang mengitari, dan tekanan partai politik yang kerap kali menjadikan kadernya yang telah meraih jabatan publik tertentu sebagai mesin uang partai.

Karena itu, mumpung posisi tawar rakyat Madura benar-benar berada di atas angin pada pelaksanaan pemungutan suara ulang nanti, maka urgensi kontrak politik baru untuk benar-benar menjadi pemimpin yang adil dan tidak menjadi sapi perah para tim sukses dan partai pengusungnya tampaknya tidak bisa ditawar lagi.

Apalagi kali ini rakyat Madura bukan sekadar sebagai penentu seorang pemimpin sekelas bupati atau wali kota, melainkan akan menjadi penentu tampilnya seorang gubernur baru yang akan mewakili pemerintah pusat di Jawa Timur. Untuk itu, sebelum pemungutan suara ulang tersebut digelar, masyarakat Madura harus merumuskan tiga macam kontrak politik tersebut dan disodorkan untuk ditandatangani pasangan cagub, tim suksesnya, dan pimpinan parpol-parpol yang mengusungnya. Jika mereka menolak, pasangan cagub demikian tidak perlu dipedulikan.

Tiga kontrak politik tersebut sangat penting bagi masyarakat pemilih di Madura, termasuk juga bagi seluruh masyarakat Jawa Timur. Hal itu karena kontrak politik tersebut akan berfungsi sebagai alat kontrol yang bersifat mengikat dan memiliki kekuatan hukum bagi pasangan gubernur terpilih. Tentu kontrak politik tersebut harus dikawal terus oleh masyarakat melalui peran aktif lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi daerah.

Melalui mekanisme demikian, gubernur terpilih nanti akan selalu berjalan pada rambu-rambu kebijakan politik yang benar dan terus akan gigih membangun Jawa Timur menuju terwujudnya masyarakat yang relatif lebih sejahtera sebagaimana impian rakyat yang telah memilihnya.

Selanjutnya, KPUD harus menyiapkan semua infrastruktur pelaksanaan pemilihan gubernur kali ini dengan lebih baik dan lebih lengkap dari pelaksanaan pilgub dua putaran sebelumnya. Tujuannya, agar agenda pemungutan suara ulang ini tidak lagi berakhir dengan sengketa dan kemudian benar-benar final. Tentu dengan wilayah pemilihan yang lingkupnya lebih kecil karena hanya dilaksanakan di dua kabupaten, maka tidak ada alasan lagi bagi KPUD untuk lagi-lagi berkinerja jelek. Dengan demikian, suasana masyarakat akan terus kondusif yang kemudian dapat menimbulkan gairah tersendiri bagi rakyat pemilih untuk berpartisipasi mendatangi TPS-TPS untuk menggunakan hak pilihnya.

Di sisi lain, kedua pasangan calon gubernur yang akan bertarung diharapkan terus bermain bersih dan fair, tidak terus mengobok-obok emosi masyarakat madura yang terkenal temperamental. Hal itu karena dampaknya sangat berbahaya dan bisa berpotensi konflik horizontal.

Jadikanlah momentum pemungutan suara ulang ini sebagai ajang persaingan yang lebih mengedepankan akal sehat dan nurani dengan terus berjuang semata untuk kepentingan mewujudkan kehidupan rakyat Jawa Timur menjadi lebih sejahtera. Siap menang dan siap pula mengucapkan selamat pada pasangan cagub lainnya manakala harus menerima kekalahan.

Tentu semua berharap bahwa gubernur terpilih nanti adalah seorang figur pemimpin yang ideal. Setidaknya memiliki tiga kecerdasan sekaligus, baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Karena dalam perspektif apa pun, figur gubernur demikianlah yang akan memberikan optimisme dan semangat baru pada rakyat untuk terus bekerja keras menyongsong makin sengitnya persaingan hidup akhir-akhir ini. Singkat kata, gubernur baru terpilih nanti harus kaya dengan gagasan, super sensitif pada persoalan kemiskinan, dan gigih berjuang membangun perekonomian rakyat Jawa Timur semata karena manifestasi kesadaran bahwa jabatannya merupakan sebuah amanah dari Sang Pencipta.

PUDJO SUGITO, Dosen Universitas Merdeka Malang

Sumber: Kompas, Rabu, 21 Januari 2009

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda