Titut Sayekti, Wakil Ketua Kadin Jatim dan
Iwapi Surabaya
Mencintai Madura dengan Menghormati Guru
Siapa pun yang mengenyam pendidikan akan mengenang dan selalu mengingat jasa para guru. Pendidik adalah orang tua kedua setelah ayah dan ibu di lingkungan keluarga. Tak sulit menghormati para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut. Sesekali mengajak berkumpul dan melihat hasil didikannya cukup membuat merasa terhormat di mata murid-muridnya yang selalu mengenang jasanya.
"PAK JUNAIDI, Pak Syarif, Pak Ramli, Pak Prapto, Ibu Juhairiah dan banyak guru lainnya sering kami undang di pertemuan-pertemuan reuni. Minimal setahun sekali. Mereka semua adalah guru-guru terbaik yang sudah mendidik kami di Madura dulu," ujar Titut Sayekti yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim dan Iwapi (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) Surabaya ini.
Koran ini akhirnya bisa menemui wanita yang sudah berstatus hajah ini di kediamannya, Jl. Gayung Sari Timur MGF-12, Surabaya. Dia termasuk perempuan Madura yang sibuk dalam kesehariannya. Surabaya bukan satu-satunya tempatnya menjalankan usaha dan kesibukannya. Jakarta dan kota-kota besar lain bahkan luar negeri sering dia kunjungi. Tentunya untuk kebutuhan bisnis dan jabatannya di Kadin Jatim maupun Iwapi Surabaya.
Di rumah yang cukup megah itu, Titut-panggilan akrabnya-hidup bersama dua putrinya. Ruang tamu di rumahnya sekaligus dijadikan ruang kerja dibantu dua putrinya dalam mengerjakan tugas-tugas kantornya. Ketiganya tampak sibuk tanpa menggunakan jasa pembantu satu pun. Titut mendidik anak-anaknya untuk bisa mandiri dan mengerjakan segala kebutuhannya sendiri.
Mendidik anak-anaknya supaya bisa mandiri dia peroleh dari orang tua dan guru-gurunya. Tak heran, wanita berjilbab ini begitu menghormati jasa para gurunya tersebut. Bahkan, ketika berbincang tentang Madura, guru selalu disandingkan dengan keberadaannya di Madura. "Kalau ingat Madura saya selalu terkenang pada guru SD dan SMP saya," ungkapnya.
Titut memang banyak menghabiskan masa kecilnya di Madura. Kediamannya di daerah Sumur Kembang, Kelurahan Pejagan, Bangkalan membawanya bersekolah di SDN Sumur Kembang 1 yang kini berganti nama SDN Pejagan 1 Bangkalan. SMP-nya pun dia lanjutkan di sekolah yang tak jauh dari rumahnya, SMPN 1 Bangkalan di Jalan Trunojoyo (Bangkalan). Kemudian dia melanjutkan ke SMAN 1 Bangkalan.
"Sampai kelas 1 SMA saya masih di Bangkalan. Kelas 2 sampai kuliah saya ada di Malang karena ayah dipindah tugaskan ke sana," ujar putri seorang pegawai PT Pos ini.
Meski harus pindah ke Malang, dia masih terus berkomunikasi dengan teman-temannya di Madura hingga kini. Setelah banyak temannya terpencar ke luar daerah, maka tercetuslah keinginan untuk mengadakan reuni. Tujuannya untuk bertemu teman lama saat di Madura dan bertemu para guru yang pernah mendidiknya dan teman-temannya.
"Kita biasanya setiap tahun mengadakan reuni dengan teman-teman di Madura yang juga mengundang guru-guru. Karena kami sudah seumur ini, kami lihat guru-guru kami dulu sudah banyak yang sepuh juga. Tapi, bagaimana pun mereka sangat berjasa," tuturnya.
Menurut dia, para guru di Madura sangat baik mendidiknya. Sehingga, begitu pindah ke Malang, perbedaan level pendidikan dan pergaulan tak pernah menjadi masalah baginya. Bahkan, dia mengaku karena didikan orang tua dan gurunya dia bisa sukses di bidang bisnis dan organisasi pengusaha seperti yang dia jalani sekarang. "Dari kecil saya memang suka bikin kumpulan. Dulu waktu masih SD teman-teman saya ajak arisan daripada jajan. Nah, nanti yang dapat bisa dipakai jalan-jalan," kenangnya.
Kebiasaannya di Madura di bawa ke tempat barunya, Malang. Titut tidak mau melepaskan masa mudanya dengan percuma. Di semester II kuliahnya, dia sudah mulai bergabung dengan pengusaha di Surabaya. Sebab, dia berkeinginan setelah lulus kuliah bisa mandiri dan menjalankan usaha sendiri. "Pernah ada yang minta saya untuk bekerja di sebuah instansi pemerintahan. Tapi, sejak lama saya lebih suka berwirausaha," tegasnya.
Aktivitasnya di dunia usaha mendukungnya untuk menjadi bagian dari Kadin di semester V. Beranjak, dia kemudian menjadi fungsionaris Kadin termuda yang merangkap kerja di lokal surabaya dan Regional Jatim. Hingga saat ini sudah enam periode dia hidup di organisasi Kadin. "Terakhir, waktu diangkat jadi wakil, saya harus melepaskan jabatan di Kadin Surabaya," terangnya.
Mengenai bagaimana dia akhirnya bisa menjalankan usaha sendiri tanpa bekerja lagi pada orang lain, dia mengatakan, semuanya dihasilkan dari Kadin. "Saya kan pernah menjabat sekretaris di Kadin. Jadi tahu semua bagaimana membuat dokumen usaha dan jalan membesarkan usaha. Nah, di situ saya pelajari," ulasnya.
Usaha pertama yang dijalankan Titut bergerak di bidang suplier dan lembaga pelatihan. Idealisme membantu sesamanya tumbuh ketika Dinas Ketenagakerjaan memintanya melakukan pelatihan di beberapa tempat. "Waktu itu saya pilih pondok pesantren dan penjara. Sebab, saya yakin orang yang ada di tahanan harus diberi pengetahuan dan keterampilan agar tidak berbuat salah lagi," ujarnya. (NUR RAHMAD AKHIRULLAH)
Sumber: Jawa Pos, Rabu, 31 Desember 2008
Baca juga:
Berharap Generasi Muda Madura Bangkit
Label: dokumentasi, sosok, titut sayekti
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda