Hj Dr (HC) Joos Siti Aisjah,
Ketua Pusat Koperasi Wanita Jatim
Masyarakat Madura Harus Berdayakan Dirinya Sendiri
Tak lama lagi, Madura dan Jabha Temor - istilah orang Madura menyebut Pulau Jawa- akan terhubung melalui Jembatan Suramadu. Sesuai rencana, sekitar bulan April mendatang akan mulai dioperasikan. Skenario besar juga sudah disiapkan Pemprov Jatim, terkait selesainya pembangunan megaproyek Jembatan Suramadu (JS).
SISI Surabaya yang berlokasi di kawasan Tambak Wedi telah disiapkan lahan seluas 300 hektare. Konsep dasarnya, kawasan ini akan diarahkan menjadi daerah wisata dan area perkantoran. Beragam fasilitas dirancang bakal dibangun di lokasi tersebut.
"Untuk pariwisata, kaki Jembatan Suramadu sisi Surabaya rencananya bakal dirancang menjadi kawasan fairground. Bangunannya, meliputi ruang pameran, shopping mall, taman bermain anak, concert hall, dan convention hall. Sedangkan untuk sisi Madura, rencananya akan dipusatkan di kawasan Desa Sukolilo Barat, Kecamatan Sukolilo, Bangkalan," ungkap Ketua Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati), Hj Dr (HC) Joos Siti Aisjah.
Di kawasan Desa Sukolilo Barat ini, akan dibangun daerah wisata dengan konsep yang bernuansa budaya masyarakat setempat. Misalnya, dibangun lapangan karapan sapi, serta pusat kerajinan dan hasil bumi khas Madura. "Tapi, fokus utamanya adalah pengembangan perumahan dan kawasan industri," terang peraih Bintang Jasa Pratama 2008 (Bidang Koperasi) dari pemerintah RI ini.
Menurut Joos Lutfi - panggilan akrabnya - sebagian kawasan perumahan akan di disain dengan konsep rumah sederhana dan harga terjangkau. Rencananya, rumah tersebut dialokasikan untuk para PNS, warga sipil, dan anggota TNI/Polri. Sedangkan areal kawasan industri, akan di disain seperti SIER atau PIER.
"Dengan pembangunan dua kawasan itu, Pemprov Jatim berharap kepadatan penduduk dan industri di Surabaya perlahan-lahan bisa dialirkan ke Madura," jelas putri tunggal pasangan (alm) Banoe Roesma Kartasasmita - (almh) Koesbadiyah ini.
Peraih Doctor Honoris Causa dari Kennedy Western University Amerika Serikat ini mengatakan, JS tidak hanya sekadar sarana transportasi dari Surabaya ke Madura. Tapi, lebih dari itu, juga menanggung beban sebagai sarana untuk memajukan dan memakmurkan masyarakat Madura.
Karena itu, ibu dua anak ini mengingatkan agar masyarakat Madura segera menyiapkan diri untuk menyongsong perubahan pasca beroperasinya JS. Sehingga, jangan sampai mereka menjadi penonton atas sebuah perubahan besar di tanah kelahirannya sendiri.
Tokoh Penggerak Koperasi 2002 ini berharap, manfaat Jembatan Suramadu bisa dirasakan oleh semua masyarakat Madura. Jangan hanya masyarakat Bangkalan saja yang diuntungkan, tapi masyarakat kabupaten lain di Madura harus didongkrak kualitas hidupnya. "Tapi, semua itu akan menjadi harapan kosong, manakala masyarakat Madura sendiri tidak bergerak untuk memberdayakan dirinya," ingat istri (alm) Drs HM. Mochtar Lutfi yang pernah dinobatkan sebagai Moslem Women Award 2005 ini.
Dia menilai, selama ini gerakan pemberdayaan itu baru dilakukan bila ada proyek bantuan. Mau berupaya bila ada bantuan modal. Mau meningkatkan kualitas SDM-nya, bila ada pelatihan gratis. Celakanya lagi, kondisi tersebut sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang menjalankan proyek dengan mengatasnamakan pemberdayaan.
Sementara yang terjadi, lanjut Joos Lutfi, hanyalah sekadar menjalankan tugas untuk mendapatkan untung dari proyek tersebut. Sedangkan masyarakat yang dijadikan sasaran pemberdayaan, justru semakin tidak berdaya. Malah, semakin menyuburkan mental peminta-minta.
Menurut dia, tujuan utama pemberdayaan adalah bagaimana memunculkan potensi dan mengoptimalkan pemanfaatannya. "Kalau ingin berdaya, sebetulnya kekuatan itu datang dari diri sendiri. Semua proyek bantuan itu hanyalah bersifat stimulan. Kalaupun tidak bisa memulai secara sendiri, maka yang terbaik adalah melakukan secara bersama-sama," jelasnya.
Khusus untuk model program pemberdayaan perempuan, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati) sudah lama mempraktikkan sistem tanggung renteng. Misinya adalah mengkaji dan mengembangkan, serta melatih kelompok masyarakat yang berminat menerapkan sistem ini.
"Sistem tanggung renteng ini, telah diterapkan oleh lebih dari 45 koperasi wanita di Jawa Timur dan 200 koperasi wanita di provinsi lain yang tergabung dalam Induk Koperasi Wanita (Inkowan)," terang ketua IV Bidang Pengembangan Usaha Dekopinwil Jatim ini.
Sejumlah instansi pemerintah, seperti Kementrian Negara Koperasi dan UKM memang mendukung pengembangan sistem ini. BKKBN, Departemen Kelautan dan Perikanan, serta Departemen Pertanian juga tertarik menggunakan tanggung renteng sebagai pendekatan memberdayakan masyarakat.
Hingga kini, tanggung renteng masih diterapkan sebagai sistem pengelolaan usaha simpan pinjam di kalangan koperasi wanita, khususnya anggota Puskowanjati. Namun, bukan tidak mungkin sistem ini dikembangkan dan diterapkan sebagai sistem pemberdayaan masyarakat, khususnya kaum perempuan.
Dengan sistem ini, para perempuan akan lebih berani mengemukakan pendapatnya, rasional dalam mengambil keputusan, dan berani bertanggung jawab atas segala konsekwensi keputusannya. Sistem ini sangat cocok bila dikembangkan sebagai sistem jaringan sosial dan ekonomi.
"Hal seperti inilah yang dibutuhkan sebagai upaya pengembangan masyarakat Madura, untuk menyongsong berbagai peluang setelah Jembatan Suramadu beroperasi," ungkap Joos Lutfi.
Menurut dia, masyarakat etnis Madura sangat dikenal kiprahnya di bidang ekonomi. Mereka dikenal sangat ulet dalam mencari nafkah, hingga ke luar Madura. Di Surabaya misalnya, hampir semua pasar selalu ada orang Madura. Bahkan, tidak sedikit pasar di Surabaya yang pedagangnya didominasi orang Madura.
"Ini potensi besar. Sekarang tinggal bagaimana mengelolanya, dan sistem apa yang digunakan. Menurut saya, sistem tanggung renteng adalah salah satu pilihannya," ujarnya optimistis. (TAUFIQ RIZQON)
Sumber: Jawa Pos, 19/02/09
Label: dokumentasi, joos siti aisjah, sosok
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda