Moh. Ali, Ketua Tim Pakar Dephum dan HAM RI
Tak Efektif, Usulkan DPRD Provinsi Dihapus
Sekalipun eksistensi Negara Kesatuan RI (NKRI) dipertahankan, tapi dengan diberlakukannya otonomi daerah yang seluas-luasnya, ditambah dengan dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan dihapuskannya Utusan Daerah dan Golongan dalam UUD 1945 (asli), kedudukan NKRI dinilai terancam. Mengapa?
SECARA terselubung, di Indonesia sudah dilakukan federalisme. Dalam pilkada misalnya, selalu ditonjolkan calon gubernur/bupati/walikota yang merupakan putera daerah. Sebenarnya, dengan adanya DPR yang mewakili daerah pemilihan tertentu, dan jika anggota DPR efektif dalam menjalankan tugasnya, DPD sudah tidak banyak manfaatnya.
"Dengan MPR yang hanya terdiri dari DPR dan DPD, perekat persatuan sudah menjadi longgar. Sila Persatuan Indonesia hanya ada dalam kata-kata indah, namun sudah tidak tampak dalam kenyataannya," ujar Ketua Tim Pakar Departemen Hukum dan HAM RI, Prof DR Drs Moh. Ali SH Dip.Ed MSc.
Menurut Guru Besar bidang Metodologi Riset Pendidikan dan Hukum Unesa Surabaya ini, persatuan Indonesia hanya tampak dalam das sollen dan tidak begitu tampak dalam das sein. Dengan pilkada yang dilaksanakan secara langsung, di samping bertentangan dengan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, juga telah menimbulkan konflik antarpeserta pilkada dan pendukung-pendukungnya. Ini mengingat sistem NKRI, gubernur merupakan wakil dari pemerintah pusat.
Pria kelahiran Bangkalan 21 April 1940 yang pernah dicalonkan menjadi Jaksa Agung ini mengusulkan, perlu dipertimbangkan dihapuskannya DPRD provinsi. Sehingga bisa menghemat biaya. "Bukankah otonomi daerah itu sudah berada di kabupaten/kota? Sehingga, praktis DPRD provinsi sebenarnya sudah tidak banyak fungsinya," terang Dewan Pembina DPP Asosiasi Wartawan Indonesia (Awindo) ini.
Mantan anggota MPR RI periode 1999-2004 ini menjelaskan, tugas gubernur cukup mengelola pemerintah provinsi yang harus dipertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada rakyat yang memilihnya. Karena itu, tidak perlu lagi dipertanggung jawabkan kepada DPRD.
Dia menilai, reformasi belum menyentuh sistem pemerintahan secara keseluruhannya. Padahal, perubahan UUD 1945 sebagai akibat dari reformasi, telah mengakibatkan sistem pemerintahan presidentil berbau parlementer. Dengan seringnya DPR memanggil presiden dan menteri-menterinya, tampak seakan-akan presiden dan para menterinya bertanggung jawab kepada DPR. "Hal seperti ini kan hanya ada dalam sistem pemerintahan yang parlementer," jelas anggota 3PK MenPAN RI ini.
Peraih Master of Science dalam Educational Psychology and Research University of Kansas Amerika Serikat ini mengatakan, perubahan UUD 45 sangat besar dampaknya bagi kehidupan bangsa Indonesia. Baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun dalam kehidupan bernegara. Termasuk dalam kehidupan NKRI.
"Karena itu, seyogianya kita kembali lagi ke UUD 1945 yang asli. Sehingga, bangsa Indonesia dapat mencapai tujuan rasionalnya. Yaitu, menciptakan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Masyarakat yang gemah ripah lohjinawi tatatentrem kerta raharja. Masyarakat yang baldatun toyyibatun wa rabbun ghofur," ingat Ali - panggilan akrabnya.
Desakan untuk kembali ke UUD 1945 yang asli, lanjut dia, telah banyak dilakukan oleh beberapa elemen masyarakat. Diantaranya, disampaikan melalui Apel Kesetiaan NKRI-Pancasila-UUD 1945 tanggal 11 Agustus 2005 di Tugu Proklamasi Jakarta. Dilanjutkan dengan kedatangan Ketua Dewan Harian Angkatan 45 beserta rombongannya kepada pimpinan DPR RI tanggal 5 Juli 2007.
"Gerakan kembali ke UUD 1945 ini, perlu mendapat dukungan kita bersama demi keutuhan Negara Kesatuan RI. Termasuk demi kelancaran percepatan pembangunan, demi tercapainya cita-cita nasional. Yaitu, terbentuknya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila," ajak putra pasangan (alm) Moh. Nur Wiryolaksono - (almh) Siti Aisyah ini mantap. (*)
Sumber: Jawa Pos, Selasa, 17 Februari 2009
Label: dokumentasi, mohammad ali
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda