Eksistensi Hukum Lokal Akan Tetap Ada

Stereotip negatif yang ditanamkan oleh kolonial Belanda dengan sendirinya akhirnya terbantahkan. Banyak orang luar Madura akhirnya menemukan keberagaman dan mulai berpikir bahwa tidak semua warga Madura selalu menyelesaikan masalah dengan cara carok. Benarkah hilangnya carok mencerminkan eksistensi hukum lokal semakin tipis? Berikut petikan wawancaranya.

Carok dianggap salah satu cara menyelesaikan masalah dalam hukum lokal, apa itu benar?

Benar, namun dalam artian yang lebih positif. Maksudnya, carok untuk menyelesaikan masalah adalah sebuah jalan hukum masyarakat untuk membuktikan kebenaran. Sekali lagi, carok tidak harus berakhir kematian. Berakhir dengan kalah atau menang itu benar. Sebab, gentlemen dalam carok berarti mau mengakui kemenangan seorang lawan dan mengakui kesalahannya. Pemenang juga demikian, setelah lawannya mengaku kalah, maka selesai pertikaian atau perselisihan yang terjadi.

Dalam kontinyuitas carok yang saya teliti. Masyarakat atau keluarga yang kehilangan anggotanya karena carok akan menghentikan pertikaian apabila orang yang dianggap salah, kalah atau tewas dalam carok. Namun, pertikaian akan terus terjadi ketika kemenangan diraih oleh orang yang melakukan kesalahan. Pembalasan hanya akan berakhir jika yang salah mengaku salah atau tewas. Jadi, menurut saya, hukum lokal itu sudah cukup adil dalam meyelesaikan masalah.

Banyak pergeseran, kalah menang bukan lagi didasarkan pada kebenaran tapi pada kekuatan?

Bisa dikatakan demikian. Tetapi eksistensi hukum lokal yang sangat mengutamakan moral masih akan terus hidup. Itulah alasan kenapa orang yang sudah melakukan carok dan membunuh lawannya harus lari ke luar pulau atau ke luar daerah karena ketakutan. Padahal, masyarakat atau bahkan keluarga dari orang yang sudah dibunuhnya dalam carok tidak akan menuntut balas selama dia benar.

Dengan demikian, secara fisik mungkin seseorang bisa berjaya dan menang saat melakukan carok, tapi secara moral tetap berlaku. Dia akan merasa ketakutan karena pada dasarnya dia merasa bersalah. Sementara, orang yang benar saat melakukan pembunuhan tetap akan tenang, meski secara fisik dia harus disanksi hukum Negara. Tapi secara moral dia bisa saja berjasa pada masyarakat di kampungnya.

Artinya hukum lokal lebih ideal untuk menyelesaikan permasalahan?

Tidak selalu begitu. Hukum-hukum yang berlaku di masyarakat akan saling bersinggungan secara halus dalam hal itu. Resistensi hukum satu dengan hukum yang lain tetap terjadi dalam penegakan kebenaran. Contohnya, carok secara lokal bisa saja dianggap benar. Namun dalam hukum agama dan negara tetap dianggap salah.

Maksudnya bersinggungan secara halus bagaimana?

Hukum lokal seringkali lebih banyak digunakan. Nah, untuk memuluskan jalan ini biasanya tokoh pendekar di masyarakat tertentu memiliki kedekatan khusus dengan pihak pemuka agama dan hukum negara. Ketika kelak perkelahian selesai, hukum lokal ini akan melakukan lobi-lobi untuk membebaskan personal yang dianggap benar oleh hukum lokal. Padahal, dalam hukum negara, siapapun yang melakukan pembunuhan terutama dalam perkelahian harus diganjar hukum. Begitu juga kepada golongan yang menganut hukum agama. Pendekar tadi juga akan melakukan pendekatan agar personal yang terlibat perkelahian tidak mendapatkan sanksi moral keagamaan yang terlalu berat.

Apakah hukum lokal memang lebih kuat?

Tidak. Antara satu hukum dengan hukum yang lain sebenarnya saling melemahkan secara halus. Sebab, mereka memiliki kekuatan yang berbeda dalam segment yang berbeda pula. Tapi, Indonesia sebagai negara yang plural seharusnya bisa memerkuat hukum negaranya secara normatif. Caranya dengan mengembangkan hukum negara dan memerkuat eksistensinya di atas hukum lainnya, serta harus tegas.

Jadi, sebaiknya ke mana arah perkembangan hukum negara?

Nilai-nilai sosial kemasyarakatan harus diperhatikan sebelum menghukum orang. Di sini juga berarti harus ada pelibatan tokoh-tokoh dalam menyinergikan hukum-hukum yang memengaruhi masyarakat Madura. Dalam hal ini, para akademisi juga tidak boleh berbicara secara teori saja. Tetapi juga didukung fakta dan hasil penelitian supaya menjadi masukan. Kalau ini berhasil, saya yakin Madura akan menjadi masyarakat baru yang unik dan mampu menyeimbangkan pemikiran sebelum melakukan tindakan-tindakan. (nra)

Sumber: Jawa Pos, Rabu, 03 September 2008

Label: , , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda