NU dan Suramadu

Masyarakat Madura menginginkan industri, sekaligus membangun (masyarakat) Madura, baik dari sisi pendapatan, pendidikan dan penguatan teknologi. Bila terjadi hanya membangun industri tanpa diimbangi konsep empowering jelas, maka ini awal bencana karena akan tercipta kemiskinan baru, masyarakat Madura termarginalkan dan menjadi ‘penjajahan ekonomi’ .

HARI ini, momentum penting dalam sejarah peradaban masyarakat Madura, yaitu diresmikannya Jembatan Suramadu oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Sebagai warga Madura, selesainya megaproyek itu pantas disyukuri, karena sejak muncul wacana Suramadu saat Soeharto berkuasa atau Moh Noer sebagai gubernur Jawa Timur, timbul kontroversi.

Oleh: M Ali Al Humaidy

Dalam pandangan penulis, jembatan Suramadu tidak sebatas alat memperlancar arus transportasi Madura-Jawa dan pembangunan infrastruktur serta industri di Madura, juga sebagai alat tranformasi nilai kebudayaan. Pembangunan Suramadu tidak berdampak positif saja tapi sedikit banyak , muncul ekses negatif sebagaimana yang terjadi di daerah berbasis industri.

Secara prinsip, kehadiran pembangunan industri di Madura adalah upaya meningkatkan taraf hidup (ekonomi) masyarakat Madura yang masih rendah. Bisa memperkuat daya beli namun di sisi lain, mengundang kehawatiran dari berbagai sektor, seperti dekadensi moral, sosial budaya, eksploitasi sumber daya (alam dan manusia), serta terkikisnya nilai tradisi lokal Madura.

Mudah-mudahan, pembangunan gaya Orde Baru yang lebih mengedepankan konsep pembangunan bertorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan ‘meninggalkan’ aspek pemerataan, paradigma top down yang ‘menghilangkan’ peran aktif masyarakat lokal, menggunakan kekuatan militer dengan ‘membunuh’ kritisisme masyarakat dan yang lebih tragis lagi, proses pembangunan ekonomi dengan mengandalkan utang luar negeri, tidak terulang di bumi Madura.

Kehawatiran di atas senyawa dengan ikhtiar yang pernah dilakukan BASSRA yang kemudian direfleksikan kembali oleh Nahdlatul Ulama (NU) se-Madura. NU sebagai jamiyah dan jemaah terbesar di Madura, punya tanggung jawab besar untuk mengawal proses pembangunan pascajembatan Suramadu. NU di Madura tidak menginginkan masyarakat Madura menjadi ‘penonton’, apalagi korban pembangunan.

Oleh sebab itu, NU se-Madura pada 30 Maret 2009, mengadakan audiensi dengan gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur, Soekarwo dan Syaifullah Yusuf yang menghasilkan sembilan rekomendasi. Pertama, persoalan perencanaan tata ruang (master plan) dan sinkronisasi program pembangunan di Madura segera disusun dengan melibatkan bupati (pemkab) se-Madura bersama stakeholders, yang pelaksanaannya difasilitasi oleh gubernur.

Kedua, dalam hal pengembangan industri di Madura, diperlukan adanya regulasi dan selektifitas industri yang ‘menjamin’ terpeliharanya nilai-nilai agama, tradisi lokal/kultur Madura serta memprioritaskan pekerja pribumi Madura. Ketiga, perda berbasis nilai-nilai syariah dan local wisdom sebagai upaya memperkuat nilai-nilai agama dan tradisi lokal Madura.

Keempat, untuk menjamin peningkatan IPM Masyarakat Madura, perlu langkah ekstrem dalam hal pelayanan publik seperti kesehatan dan pendidikan. Kelima, pembangunan infrastruktur dan pengembangan ekonomi dan pendidikan yang lebih merata dengan memperhatikan prioritas pembanguan di pedesaan.

Keenam, optimalisasi pemanfaatan SDA Madura harus dimaksimalkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat Madura dengan memperhatikan efek/dampak eksplorasi tersebut. Ketujuh, pesantren dan Madrasah (diniyah) mendapat pelakuan yang sama dengan pendidikan umum. Kedelapan, kasus PT Garam segera diselesaikan dan sembilan, sebagai follow up audiensi, disepakati dibentuk forum yang melibatkan NU/kiai, bupati dan pemprov dan stakeholders.

Rekomendasi di atas akan lebih bermakna bila ada upaya secara sistemik untuk dijadikan rumusan kebijakan strategis sebagai landasan penyusunan program kerja mengawal pembangunan (industrialisasi) di Madura.

Partisipasi NU
Keterlibatan NU Madura dalam pengawalan Suramadu setidaknya didasari dua alasan. Pertama pembangunan industrialisasi mengandung maslahah dan mafsadat. Kedua, berangkat dari suatu kesadaran bahwa NU yang terdiri dari para kiai sebagai figur ulama berkharisma dan berilmu agama luas, tentu mempunyai peran besar untuk andil dengan mendorong keterlibatan masyarakat dan mengantisipasi dampak ‘negatif’ industrialisasi.

Beberapa aspek modal sosial dalam diri (kiai) NU adalah pesantren yang dipandang memiliki grounded nature dan pranata sosial tangguh. Pesantren dipandang sangat potensial berperan sebagai basis pembangunan. Di pesantren terdapat pembelajaran yang mandiri, sehingga sangat tepat bila proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan kurikulum berbasis skill atau life skills, tanpa menghilangkan ciri kultur pesantren.

Pengawalan pembangunan pascaSuramadu sangat penting karena secara umum pendidikan masyarakat Madura dan tenaga ahli di Madura sangat minim sehingga sebagian besar elemen masyarakat Madura belum tahu (peran dan posisi) rencana pembangunan itu, apalagi isu yang berkembang, rencana tata ruang wilayah (RTRW) belum ada titik temu antarbupati di Madura.

Di lain pihak, masyarakat Madura menginginkan industri, sekaligus membangun (masyarakat) Madura, baik dari sisi pendapatan, pendidikan dan penguatan teknologi. Bila terjadi hanya membangun industri tanpa diimbangi konsep empowering jelas, maka ini awal bencana karena akan tercipta kemiskinan baru, masyarakat Madura termarginalkan dan menjadi ‘penjajahan ekonomi’ .

Penulis meyakini kehawatiran itu pasti ada pada masing-masing individu/masyarakat Madura, termasuk NU. Pandangan ini bukan berarti akan mementahkan apalagi menolak industrialisasi di Madura, namun yang paling penting adalah adanya keseriusan semua piha meminimalisasi dampak pembanguan. Semoga industrialisasi pasca-Suramadu berprinsip Indonesiawi, manusiawi dan Madurawi.

M Ali Al Humaidy, Anggota Tim Ahli Penyusunan Program Pembangunan Madura dan Koordinator Tim Asistensi NU se-Madura

Sumber: Surya, Rabu, 10 Juni 2009

Label: , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda