Pak Noer di Hati Keluarga, Kerabat, dan Sahabatnya

Sangat Peduli dengan Pendidikan Anak-Anak Miskin


Pak Noer lama bertugas di Bangkalan. Dari jadi patih (1950) hingga menjadi bupati (1965). Banyak kenangan dan peninggalannya lestari sampai kini.

AKU anak TK, YKK namanya,
Jaksa Agung jalannya, di Bangkalan letaknya,
diasuh guru tercinta, dipimpin oleh Bu Yayuk,
pembina kita bapak tercinta, Bapak Mohammad Noer


Sepenggal syair itu adalah mars TK YKK (Taman Kanak-Kanak Yayasan Kesejahteraan Kanak-Kanak) Bangkalan. Mars ini sering dinyanyikan anak didik di TK YKK yang menyebut nama Pak Noer. Karena selain pendiri, sesepuh Madura itu merupakan pembina TK yang telah berdiri lebih dari setengah abad itu.

Sesekali Pak Noer tersenyum saat mendengar syair itu dan berkata, "Aduh...aduh.....namaku kok disebut-sebut." Kata-kata itulah yang sering diungkapkan Pak Noer setelah mendengar syair mars TK YKK yang selalu dinyanyikan ketika Pak Noer datang. Kedekatan almarhum dengan anak-anak hingga kini masih belum bisa dilupakan oleh para pendidik di TK tersebut.

Saat koran ini mendatangi gedung yang dipenuhi anak-anak berusia antara 4-5 tahun itu, separo gedung masih bangunan tua. Setelah masuk ke dalam ruangan, di tiap dinding, meja, dan rak buku dipenuhi dengan foto salah seorang putra terbaik Madura yang wafat Jumat (16/4) lalu itu.

Kepala TK YKK Hj Sri Wahyuni yang biasa dipanggil Bu Yayuk yang didampingi Kepala TK YKK II Siti Junaidah menceritakan, TK YKK dibangun Pak Noer saat menjabat patih di Bangkalan 60 tahun silam. Awalnya TK dibangun untuk anak-anak yang orang tuanya tidak mampu. Tujuannya, ikut mencerdaskan anak miskin. Sebab, saat itu hanya anak kalangan orang kaya yang mampu mengenyam pendidikan di tingkat paling rendah sekalipun.

"Jadi, beliau memang perhatian pada pendidikan anak, terutama anak yang tidak mampu," ujarnya.

Diceritakan, TK YKK sudah berganti nama sebanyak tiga kali. Awalnya bernama TK Kebon Raya, saat berdiri dan dipimpin sekaligus dibina secara langsung oleh Pak Noer. Kemudian berganti nama menjadi TK Tauladan dan akhirnya sampai sekarang berganti nama menjadi TK YKK. Pergantian nama itu untuk mengokohkan tujuan pertama pendirinya, bahwa lembaga ini sebagai media untuk menyejahterakan anak Indonesia. "Terutama yang latar belakang ekonominya miskin," jelas Yayuk.

"Tapi hingga terakhir pada 2006 Pak Noer datang ke sini, beliau tetap bilang TK Bon Raya. Mungkin karena nama itu sudah mendarah daging bagi Bapak," ungkapnya.

Namun, diakuinya, setelah mengalami kemajuan, TK YKK menjadi pilihan bagi orang-orang berduit. Meski demikian, tetap tidak melupakan tujuan awalnya untuk pendidikan dan mencerdaskan anak miskin.

Menurut Yayuk, di antara pesan yang selalu diucapkan Pak Noer untuk mengembangkan lembaga tersebut, antara lain pendidikan agama anak harus selalu diutamakan. Bersainglah secara sehat dengan TK yang lain, tingkatkan prestasi dan kreativitas anak. Sedangkan pesan bagi guru-gurunya agar menghadiri undangan siapa pun dengan tepat waktu, disiplin kerja, dan olahraga.

Diceritakan, berdasarkan data buku induk, tiga putra putrinya Pak Noer alumni TK YKK, dalam buku induk itu ditulis, pada 1951 Syaifuddin masuk TK saat Pak Noer masih menjadi patih di Bangkalan dengan gaji Rp 600. Pada 1954 Syaifurrahman juga masuk TK itu saat Pak Noer masih menjadi patih dengan gaji Rp 900. Sedangkan pada 1956 saat putrinya masuk TK YKK, Pak Noer sudah menjadi bupati dengan gaji Rp 1000. "Yang saya heran dengan gaji sebesar itu, beliau masih mendirikan TK dengan memberi gaji para guru dari uangnya sendiri," ungkapnya.

Masa tugas yang cukup lama di Bangkalan meninggalkan kenangan yang tidak bisa dilupakan. Sebagai pejabat dan pemimpin, Pak Noer dikenal dekat oleh ulama dan rakyat.

KH Zubair Muntasor, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Kholil Demangan, Bangkalan, cerita, saat menjabat sebagai bupati, jika diundang siapa saja Pak Noer tetap hadir. Saking merakyatnya, dia lebih sering berjalan kaki daripada naik mobil.

Kiai Zubair cerita, dalam sebuah kejadian, Pak Noer pulang dari Kec Sepulu menuju Bangkalan. Di tengah jalan seorang penjual es lilin menghentikan kendaraannya untuk menumpang. Pak Noer mempersilakan si penjual es itu masuk mobil. Bahkan, Pak Noer mengantarkannya hingga sampai rumahnya di Bangkalan.

"Sangat sulit mencari pemimpin yang menghargai rakyat bawah seperti beliau sekarang ini," ujar Kiai Zubair yang ditemui koran usai salat jenazah Pak Noer (17/4).

Almarhum juga dikenal sebagai sosok pemimpin yang dekat dengan ulama. Terutama dengan almarhum RKH Makmun Imron, cucu Syaichona Moh. Cholil. Kiai Zubair cerita, pada 1964 Pak Noer tidak pernah absen menghadiri tahlilan wafatnya RKH Moh. Imron, putra Syaichona Moh. Cholil Bangkalan. "Saat itu beliau juga berjalan kaki dari pendapa ke tempat tahlilan," katanya.

Terkait kebijakan dan rencana pembangunan daerah, menurut Kiai Zubair, Pak Noer selalu koordinasi dan meminta petunjuk kepada ulama. Sehingga, kebijakan-kebijakannya mendapat dukungan penuh dari masyarakat Bangkalan. "Bahkan, terkait rencana pembangunan Jembatan Suramadu, beliau sebelumnya minta izin kepada ulama," ungkapnya.

Menurut dia, selama menjadi bupati dan Gubernur Jawa Timur, Pak Noer tidak ada tanda-tanda korupsi dan nepotisme. (MOH. AMIRUDDIN)

Sumber: Jawa Pos, Kamis, 22 April 2010

Label: , ,