Yang 'Ngejreng' dan Memikat dari Madura


Madura tidak hanya identik dengan garam atau karapan sapi. Kepulauan berpenduduk 3,6 juta jiwa itu juga memiliki kekayaan yang di wariskan turun-temurun berupa keterampilan membatik. Sebuah karya seni bercita rasa tinggi.

Sentra batik tersebar di pesisir pulau seluas 5.304 kilometer persegi itu, mulai dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, hingga Sumenep. Setiap hari ada ribuan lembarkain batik dengan berbagai corak yang dihasilkan di sana.

Oleh NASRU ALAM AZIZ

Motif klasik, seperti carcena, sisik malaya, sisik amparan, atau sekoh, memang tak pernah sirna. Meski demikian, perajin batik rumahan yang tersebar di desa juga rajin mengikuti selera pasar. Mereka menciptakan batik kontemporer dengan motif yang disebut inul, manohara, suramadu, bahkan SBY.

Motif inul meliuk-meliuk, mengingatkan orang pada gerakan goyang ngebor penyanyi Inul Daratista. Motif manohara meniru motif busana yang sering dikenakan artis Manohara Odelia Pinot. Motif yang relatif baru adalah suramadu yang didominasi sulur sulur mirip tali-tali bentangan Jembatan Suramadu (yang menghubungkan Surabaya dengan Madura). Selain itu, ada juga motif SBY, yang merupakan duplikasi dari motif batik yang dikenakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat meresmikan Jembatan Suramadu.

Tak dapat dimungkiri, batik Madura menemukan momentumnya ketika Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dengan Pulau Jawa diresmikan pada Juni 2009 dan kemudian United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) mengukuhkan batik sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia.

”Setelah Jembatan Suramadu diresmikan, omzet saya naik lebih dari 100 persen,”cerita Muafi, pemilik usaha Ideal Batik Madura di Dusun Banyumas, Desa Klampar, Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan.

Terbesar di Pamekasan

Desa Klampar merupakan produsen batik terbesar di Pamekasan. Dari dua dusun, Banyumas dan Batubaja, terdapat tidak kurang dari 600 perajin batik rumahan, termasuk sekitar 80 pengusaha batik yang mempekerjakan rata-rata 12 orang.

Dari dua dusun itu, setiap pekan lebih dari 5.000 lembar kain batik Madura menyebar hingga Surabaya dan kota lainnya.

Sentra batik lainnya yang terkenal adalah Pekandangan dan Pragaan di Kabupaten Sumenep serta Tanjung Bumi di Kabupaten Bangkalan.

Jika ingin membeli batik Madura di pasar, salah satu yang bisa dikunjungi adalah Pasar Tujuh Belas Agustus di Pamekasan. Pada hari pasar, Kamis dan Minggu, salah satu blok yang berisi lebih dari 100 lapak penuh dijejali pedagang batik.

Pedagang menggelar kain batik di atas selembar tikar atau disampirkan pada seutas tali rafia yang diikatkan pada pilar-pilar pasar berkonstruksi kayu. Blok pasar batik bersebelahan dengan blok pedagang beras dan rempah-rempah yang senyap dan pasar hewan yang hiruk-pikuk.

Sepanjang pukul 07.00 hingga pukul 11.00, pasar batik tradisional ini menjadi lahan perburuan pembeli dengan partai besar, baik dari Jawa maupun daerah lain di Madura.

Harga kain batik di pasar itu relatif murah karena sebagian penjualnya adalah perajin. H Hasbullah, perajin batik tulis asal Desa Klampar, mencontohkan, selembar kain batik tulis yang ia jual Rp 55.000 di Pamekasan, setelah sampai di Surabaya, dipasarkan dengan harga Rp 125.000. Cukup fantastis perbedaan harganya.

Batik Madura memang memiliki daya pikat tersendiri, antara lain pada pewarnaannya yang tajam atau lebih dikenal dengan istilah ngejreng. Dalam selembar kain, misalnya, bisa muncul warna yang kontras, yang tidak mungkin ditemukan pada kain batik pedalaman ataupun pesisiran di Jawa.

”Batik Madura sangat ekspresif ketimbang batik Jawa pada umumnya. Teknik coletan lebih banyak digunakan di Madura. Itu ekspresif. Kalau tampak kasar atau tidak rapi mencoletnya, itulah karakter batik Madura.Jangan dibilang batik murahan,” kata Ketua Komunitas Batik Surabaya Lintu Tulistyantoro. Selembar kain batik Madura, lanjutnya, bisa menggambarkan kebebasan masyarakat dalam berekspresi.

Ciri pesisiran pada batik Madura tampak pada motif yang lebih memunculkan unsur laut, seperti sisik ikan, kerang, atau sulur rumput laut.

Dari segi teknik pembuatan, lanjut Lintu, salah satu yang khas adalah batik gentongan. Jenis ini hanya ditemukan di Tanjung Bumi, Bangkalan. Keistimewaannya, semakin lama warnanya makin cerah. Batik jenis ini adalah yang termahal di Madura. Di tingkat perajin, harganya jutaan rupiah per lembar.

Faiqah Esmail, pemilik usaha batik Fiesta Madura di Pamekasan, menilai batik adalah berkah. Dari selembar kain batik, banyak orang menggantungkan hidupnya, mulai dari yang mendesain, menggambar, membatik mencelup, melorot (membilas dengan air mendidih untuk meluruhkan malamnya), sampai memasarkan. Itulah sebabnya Faiqah tak pernah berhenti memproduksi batik, sesuai pesan ayahandanya.

Sumber: Kompas, Sabtu, 10 April 2010

Label: , ,