Pesona Batik Madura

Melongok Keindahan di Pulau nan Gersang

KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Salah satu sudut pasar tradisional batik di Pasar Tujuhbelas Agustus, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Minggu (7/2). Sampai saat ini sebagian besar perajin batik di Pamekasan masih setia membuat batik tulis.

Memasuki Pulau Madura, terhampar ribuan hektar tanah kapur yang keras dan kering. Namun, saat masuk salah satu sudut Kabupaten Bangkalan atau Kabupaten Pamekasan, keramahan penduduk dan keindahan batik tulis Madura akan jadi kejutan pesona.

Oleh A Budi Kurniawan dan Nina Susilo

Sambil menyapa dengan ramah, Supik Amin (50), pemilik gerai batik Tresna Art di Jalan Muhammad Cholil, Bangkalan, mempersilakan para pengunjung mencicipi minuman kopi Madura dan pisang rebus tepat di depan pintu masuk toko. ”Ini kopi khas Madura, rasanya beda karena diseduh dengan kayu manis dan rempah-rempah. Silakan dinikmati, ini gratis,” ucapnya ramah.

Suasana semakin nyaman karena lantunan musik khas Madura menggema dari sudut ruangan.

Gerai batik Tresna Art mulai ramai sejak beroperasinya Jembatan Suramadu, Juni 2009. ”Omzet saya naik hingga tiga kali lipat. Paling ramai biasanya hari Jumat, Sabtu, dan Minggu,” kata Supik, yang saat itu sedang dikunjungi pembeli asal Padang.

Untuk mendapatkan koleksi dagangan, Supik memburu batik hampir di seluruh penjuru Madura. Salah satu tempat yang sering ia kunjungi adalah Pasar Tujuhbelas Agustus di Pamekasan.

Arif (50), pedagang batik di pasar itu, sebenarnya bekas penjual sate di sekitar Mal Pondok Indah, Jakarta, tiga tahun lalu. Ia bahkan pernah menjadi buruh bangunan. Namun, karena biaya hidup di Jakarta begitu tinggi, ia memutuskan pulang ke Pamekasan setelah menikah. Pasalnya, istrinya adalah pembatik dan pedagang batik. ”Hasilnya lebih banyak batik. Kalau bukan hari pasaran, saya bisa jual batik di pasar lain. Apalagi setelah Jembatan Suramadu jadi. Banyak orang luar Madura berbelanja ke Pamekasan,” kata Arif.

Pasar Tujuhbelas Agustus merupakan sentra penjualan batik khas Madura. Pasar ini hanya buka pada hari pasaran, yaitu Kamis dan Minggu. Pada hari itulah pasar batik Tujuhbelas Agustus ramai dikunjungi masyarakat Pamekasan dan pembeli partai besar dari Jawa.

Namun, berbeda dengan gerai batik Tresna Art, jual-beli di Pasar Tujuhbelas Agustus berlangsung dalam suasana pasar desa yang bernuansa tradisional. Pedagang menggelar dagangan di lantai, atau memajang kain di tali yang direntangkan di sembarang tempat. Harap maklum, tak banyak pedagang yang fasih berbahasa Indonesia.

Di Pasar Tujuhbelas Agustus, sebagian besar pedagang menjual batik tulis. Bagi para perajin ataupun pembeli, batik tulis dikategorikan sebagai batik kelas ningrat yang harganya berlipat-lipat dibandingkan dengan batik cap pabrikan. Jika harga batik cap Rp 20.000 hingga Rp 50.000 per potong, harga batik tulis bisa mencapai Rp 400.000 per potong, bahkan tidak sedikit pedagang yang membawa batik tulis halus seharga Rp 1,5 hingga Rp 2 juta per potong.

Di bagian belakang

Terletak di bagian belakang Pasar Tujuhbelas Agustus, orang harus melewati los pasar kambing, ayam, dan itik, untuk sampai di los batik. Di dalam pasar beratap genteng dan beralas lantai tanah ini, 70-an pedagang batik menjajakan sejumlah corak kain dan baju batik.

Bahrul Ulum (30), perajin sekaligus pedagang batik, mengatakan, karakter batik tulis Madura sangat mencolok. Pewarnaannya tajam dengan dominasi kuat warna hitam dan merah.

Sifat dinamis batik Pamekasan terlihat dari keragaman motifnya, mulai dari yang paling rumit dan kuno, seperti ”sekar jagat” dan ”junjung drajat”, hingga motif ”bunga puka”, ”klampung”, ”tiga dimensi”, dan ”pancawarna”. Bahkan, berkembang pula motif baru, yaitu ”suramadu” dan ”manohara”. ”Suramadu dan manohara adalah motif baru. Disebut suramadu karena motifnya sulur-sulur seperti tali-tali Jembatan Suramadu. Disebut manohara karena motifnya meniru pakaian bintang sinetron Manohara,” kata Muslim (30), penjual di Sentra Batik Jokotole.

Sebagian perajin batik di Madura juga masih menyimpan batik tulis kuno yang dibuat dengan teknik pewarnaan alami, seperti menggunakan daun jati dan daun sawo. Satu potong kain batik kuno harganya bisa mencapai Rp 3 juta.

Wakil Bupati Pamekasan Kadarisman Sastrodiwirdjo mengatakan, pemerintah kabupaten sedang membuka pasar batik Pamekasan ke luar daerah, seperti Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Targetnya, kerajinan batik dapat menjadi mata pencarian pokok warga.

Selain Bangkalan dan Pasar Tujuhbelas Agustus, sentra batik Madura juga berkembang di Desa Badung, Kecamatan Palengaan, serta Desa Toket; dan Candiburung, Kecamatan Propo, Pamekasan.

Pasar batik di Madura sangat menarik sebagai tujuan wisata belanja. Eksotisme Pasar Tujuhbelas Agustus yang hanya ramai setiap hari pasaran, Kamis dan Minggu, itu jelas memiliki daya tarik tersendiri.

Sayang, sebagian pedagang belum fasih menjelaskan kekhasan produk mereka.

Sumber: Kompas, Selasa, 16 Februari 2010

Label: , , ,