Membedah Kekuatan dan Peluang
Cawabup Sumenep #03
Dan cawabup terakhir dari kalangan birokrat adalah Dzulkifli Mahmud. Ia merupakan sosok dokter yang memimpin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumenep. Dirinya dikenal sebagai sosok dokter yang ramah dan memiliki relegiusitas yang tinggi. Kemampuan mengelola dan manajemen yang baik merupakan modal dasar kepemimpinannya.
Figur ini dikenal memiliki jaringan yang kuat di desa-desa dengan kolega bidan, perawat dan dokter di seluruh Sumenep. Sebagai dokter, ia juga memiliki pasien yang fanatis dan kemungkinan bisa digiring menjadi pendukung jika dirinya maju sebagai cawabup.
Oleh Syafroedin Boediman, SIP
Ia juga mewakili basis perkotaan dan bisa digandengkan dengan Kyai dari kalangan Nahdlyin yang akan maju pada cabup. Selain mewakili kalangan birokrat Dzulkifli Mahmud juga mewakili kalangan profesional. Peluang ini harus ditangkap sebagai penguat dukungan. Apabila para cabup dari kalangan Nahdliyin akan maju pada Pilkada Sumenep 2010.
Dari beberapa figur yang telah diuraikan satu-persatu, tentunya mungkin masih ada nama-nama lain yang belum muncul sebagai cawabup. Figur cawabup diharapkan menjadi sosok komplementer atau pelengkap dari semua potensi yang ada. Dimana cawabup tersebut menjadi penutup kekurangan cabup dan juga menjadi penguat kemenangan pada Pilkada.
Pilkada Dua Putaran
Jika melihat peta politik yang ada kemungkinan akan ada 5 sampai 6 pasang calon. Sehingga bisa diasumsikan, kemungkinan kuat terjadi dua putaran. Oleh karena itu, figur dan sosok cawabup paling tidak, bisa menjadi penentu untuk kelolosan pada putaran kedua. Setelah itu baru berpikir maju untuk menang pada putaran berikutnya.
Pasangan calon terpilih sesuai dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Pasal 107 ayat 1 dan dua. Serta Pasal 95 ayat 2 PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, menetapkan ambang batas 25 % (dua puluh lima persen), bagi calon pemenang Pilkada atau menggunakan konsep mayoritas sederhana.
Pertimbangan penetapan penetapan presentase ini adalah aspek efisiensi, mengurangi pemborosan Pengulangan Pilkada dan menghindari kesibukan pihak-pihak yang berkompeten pada Pilkada. Rendahnya ambang batas ini menandakan bahwa di Negara Indonesia, pembangunan sebuah demokrasi masih bukan prioritas utama.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, walaupun hanya berbeda sedikit dengan konsep pemenang yang ditetapkan dalam PP Nomer 6 tahun 2005, yaitu naik sebesar 5 % (lima persen). Tetapi ini sudah membawa angin segar bagi kemajuan demokrasi di Negara Indonesia. Kebijakan penetapan calon terpilih sebagaimana diatur dalam pasal 107 yang merupakan revisi terhadap Pasal 107 Undang-Undang No 32 Tahun 2004. Tertuang beberapa poin penting dalam tahapan pemenangan dan putaran kedua.
Yang pertama, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh 50 % (lima puluh persen), jumlah suara sah ditetapkan sebagai pemenang calon terpilih. Kedua, apabila ketentuan pada poin pertama tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih 30 % (tiga puluh persen), dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehannya suaranya terbesar dinyatakan sebagai calon terpilih.
Ketiga, dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana dimaksud pada poin dua terdapat lebih dari satu pasangan calon yang memperoleh suara sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
Keempat, apabila ketentuan pada poin kedua tidak terpebuhi, atau tidak ada yang mencapai 30 % (tiga puluh persen), dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan kedua.
Kelima, apabila pemenang pertama sebagaimana maksud pada poin empat diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti pemilihan putaran kedua.
Enam, apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada poin empat diperoleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan tingkat pertama dan kedua dilakuakan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
Tujuh, apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada poin empat diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. Delapan, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbayak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangangan calon terpilih. (Prof. Dr. J. Kaloh : 2009).
Seorang cabup diharapkan mawas diri dan selektif dalam menentukan pasangan cawabup. Salah memilih akan menyesal lima tahun, karena harapan kemenangan di depan mata hilang dari pandangan. Realitas politik ini harus disadari semua kandidat bacabup, untuk memilih pasangan yang bisa diterima masyarakat. Paling tidak bisa lolos putaran kedua dulu dan meraih kemenangan babak akhir. Semoga bisa memilih pasangan yang tepat.(*)
Sumenep 3 Februari 2010
Artikel ini disampaikan dalam forum diskusi terbatas dengan tema: ”Membedah Kekuatan dan Peluang Cawabup Sumenep 2010” di Meja Bundar Rumah Makan 17 Agustus Jl. Panglima Sudirman Sumenep. Rabu, 3 Februari 2010.
Penulis: Syafroedin Boediman, SIP, Analis Sosial, Politik, dan Media
Label: dokumentasi, pilkada, sumenep
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda