Ada ‘Batu’ Jelang Suramadu

Menjelang selesainya Jembatan Suramadu, yang ditargetkan, April 2009, jalan akses di sisi Madura terganjal pembebasan lahan.

IBARAT permainan puzzle, kondisi Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu), tinggal menempel keping terakhir. Sisi Surabaya dan sisi Madura sudah rampung, tinggal memasang bentang tengah.

Meski tinggal “keping” terakhir, pekerjaan ini dinilai paling sulit. Teknisi dari China pun bekerja keras merampung sambungan penghubung itu. Diharapkan April 2009 mendatang, sejarah bakal mencatat, untuk pertama kalinya Pulau Madura dan Pulau Jawa “berjabatan tangan”.

Yang jelas, Desember 2008 ini bentang samping (causeway) sisi Madura dan sisi Surabaya dipastikan selesai. Para pekerja kini sebatas menyelesaikan bagian akhir (finishing). Yakni mengerjakan marka jalan, rambu lalulintas, dan karet penyambut antar-bentang jembatan sisi Madura.

Pekerjaan fisik jembatan di bagian laut juga bakal selesau sesuai rencana di kedua sisi. Tahapan demi tahapan mulai pekerjaan causeway baik sisi Madura dan sisi Surabaya yang dikerjakan putera-putera Indonesia sendiri. Disusul penyelesaian bentang pendekat (approach bridge) bersamaan dengan bentang tengah (main bridge) yang dikerjakan teknisi dari Negeri Tirai Bambu.

Menjelang pemasangan “keping-keping” terakhir itu, ternyata ada kendala yang cukup pelik. Yakni, pembangunan jalan akses sepanjang 11,5 Km menuju jembatan yang terganjal pembebasan lahan. Seperti diketahui, jalan akses itu dimulai dari kaki jembatan di Desa Sukolilo Barat, Kec. Labang - Kec. Tragah – Desa/Kec. Burneh.

Ironis kalau pembangunan jalan akses itu belum selesai, padahal dikerjakan bersamaan dengan pembangunan causeway. Ketika causeway selesai dikerjakan Desember 2008 ini, pembangunan jalan akses bisa dikatakan “belum apa-apa”.

Target penyelesaian jalan akses rampung bersaman dengan causeway ternyata meleset. Permasalahannya bukan pada persoalan teknis atau ketidaksiapan tenaga ahli. Apalagi secara teknis pembangunan jalan akses (di darat) itu termasuk proyek jalan biasa.

Mengapa penyelesaian jalan akses tersendat? Hambatan utama, pemilik tanah tidak mau melepaskan lahan yang dicanangkan untuk jalan akses tersebut. Bahkan bukan keseluruhan jalan akses sepanjang 11,5 Km atau 60 hektare (Ha) tanah. Yang sudah dua tahun lebih menjadi batu sandungan berupa 9 bidang tanah milik 8 warga seluas seluas 3,5 Ha.

Dari data yang didapat, lahan yang belum dibebaskan berada di Desa Baengas, Kecamatan Labang sebanyak 3 bidang. Yakni tanah milik Mahmud, warga Desa Morkepek, Kecamatan Labang seluas 1.962 meter persegi, tanah Sidi warga Desa Morkepek seluas 7.960 meter persegi, dan sebidang tanah milik H Dulmajid.

Di Desa Pangpong, Kecamatan Labang, dua bidang tanah juga belum dijual pemiliknya. Yaitu tanah milik Affan, warga Desa Pangpong seluas 6.620 meter persegi, dan tanah Datun, warga Desa Morkepek seluas 3.148 meter persegi.

Sedangkan di Desa Morkepek, Kecamatan Labang ada tiga bidang tanah, yang dicanangkan untuk jalan akses ke Suramadu, yang juga belum dibebaskan. Yakni tanah H As’ad seluas 4.352 meter persei, tanah Rumyah seluas 373 meter persegi, dan tanah Mahmud seluas 7.650 meter persegi.

Gagalnya pembebasan ke-9 bidang tanah tersebut dipicu belum adanya kata sepakat soal harga tanah. Warga mematok harga jauh lebih tinggi dibandingkan harga yang ditawarkan Pimpro Jembatan Suramadu.

Warga mematok harga tanah antara Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta per meter persegi. Sementara Pimpro Suramadu menawarkan harga Rp 80 ribu per meter persegi.

“Harga tanah yang kami tawarkan Rp 80 ribu per meter persegi. Besaran harga ini sudah melalui tim juru taksir dan tim pembebasan tanah Pemkab Bangkalan,” kata Faruq, Pimpro Suramadu sisi Madura. (KASIONO)

Sumber: Surabaya Post, Sabtu, 6 Desember 2008

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda