Prof Mahmud Zaki MSc dan Kehidupan Spiritual

Tak Mau Dilenakan Pekerjaan

Bagi Prof Mahmud Zaki MSc, 73, mantan rektor ITS (periode 1973-1982), agama adalah dasar kehidupan. Sejak kecil dia tumbuh di lingkungan yang kuat didikan religinya. Orang tua dan keluarga besarnya masuk Muhammadiyah. Namun, pria yang akrab disapa Prof Zaki itu mengaku tidak terikat dengan majelis tertentu. Dia memilih netral.

"Pokoknya, pelajaran yang baik saya ambil, yang tidak saya tolak," kata pria kelahiran Sumenep, 4 Februari 1935 itu.

Sejak muda Prof Zaki sudah biasa berkutat dengan padatnya kegiatan. Kondisi tersebut tak pernah dijadikan alasan untuk menunda atau bahkan melalaikan kewajiban beribadah. "Saya nggak mau pekerjaan melenakan saya dan membuat saya jadi jauh dari-Nya," tutur ayah empat anak itu.

Dengan manajemen waktu yang baik, menurut dia, ibadah tetap bisa dilaksanakan tanpa hambatan. Contohnya salat lima waktu. Prof Zaki memisalkan, untuk melakukan kegiatan tersebut, tak dibutuhkan waktu lama. "Paling sepuluh menit. Sebentar kan? Tapi, kenapa banyak orang, dengan alasan sibuk, memilih untuk tidak mengerjakannya?" ujar suami Fatimah itu.

Di usianya kini, Prof Zaki masih kuat menjalani ibadah puasa Ramadan. Tidak ada kondisi yang membuatnya membatalkan puasa. "Alhamdulillah, badan saya masih oke-oke saja diajak puasa," terang pria yang saat ini tercatat sebagai pembina YDSF (Yayasan Dana Sosial Al-Falah) itu.

Saat puasa seperti ini, Prof Zaki tetap menjalani rutinitas sehari-hari. Termasuk, melakukan kegiatan olahraga favoritnya, atletik, setiap Selasa dan Kamis sore. "Pulang dari ngajar langsung ke stadion KONI," katanya.

Berbicara tentang puasa, Prof Zaki punya banyak cerita. Kala itu, pada 1955, dia berangkat ke Australia karena mendapatkan beasiswa untuk studi. Di Negeri Kanguru, Prof Zaki tinggal di asrama. Isinya mahasiswa dari berbagai negara dengan kebudayaan bermacam-macam.

"Hampir tidak ada yang puasa, jadi nggak ada yang sahur juga. Jadi, kalau mau sahur, saya ambil roti dan susu, lalu dibawa ke kamar. Beda sekali dengan suasana waktu di tanah air," kisahnya.

Di Australia itu juga, Prof Zaki pernah melakukan kerja praktik di sebuah industri kecil. Jam kerjanya Senin hingga Jumat dari pagi sampai sore. Padahal, di hari Jumat, dia harus menjalankan kewajiban salat Jumat. Untuk mengakali itu, Prof Zaki memilih menggunakan jam makan siangnya guna pergi ke konsulat Indonesia. "Di sana saya salat Jumat. Balik kantornya pasti telat," ceritanya.

Sekali dua kali dia didiamkan saja. Tapi, lama-lama pimpinannya menegur, karena setiap Jumat dia selalu terlambat kembali ke kantor. Setelah dijelaskan bahwa dirinya melakukan salat Jumat, ternyata pimpinan tidak marah. "Gaji saya tetap diberikan," ucapnya lantas tersenyum. (jan/ayi)

Tentang Prof Mahmud Zaki MSc
TTL: Sumenep, 4 Februari 1935
Istri : Fatimah
Anak : 4
Cucu : 6
Alamat : Jl Dharmahusada 18
Penghargaan : Bintang Jasa Utama (1995), Satya Lencana Karya Kelas I (1993)

Lain-lain
  • Masih memiliki daya ingat yang kuat. Bahkan masih ingat tanggal berapa berangkat dan pulang kali pertama ke Australia.
  • Pernah menjadi pembina klub atletik di ITS, tapi klub tersebut akhirnya bubar karena tidak ada peminat.
  • Penyanyi seriosa favoritnya adalah Prana Winrum dan Luciano Pavarotti. Senang menyanyi seriosa. Meski tidak mahir, tapi senang bermain piano.

Baca juga:
Hanya Sekali Lakukan Lamaran
Handphone No, Musik OK

Sumber: Jawa Pos, Jum'at, 26 September 2008

Label: , ,