Miskin Picu Buta Aksara
Kemiskinan dan minimnya sarana pendidikan mendongkrak angka buta aksara di Sampang.
SEORANG ibu yang telah berusia senja, terlihat serius membaca sepotong kalimat di papan tulis. Dengan susah payah ibu itu berusaha membaca dengan cara dieja dan terbata-bata. Sambil dibimbing tutor yang cukup sabar dan telaten menuntun ibu tersebut, akhirnya sang ibu bisa tersenyum puas karena telah mampu menyelesaikan membaca sebaris kalimat.
Sementara ibu-ibu yang lain, sambil duduk lesehan begitu tekun menyimak pelajaran membaca dan menulis yang disampaikan oleh seorang tutor. Terkadang ada yang mengacungkan tangan, menanyakan cara mengeja sebuah tulisan yang sulit mereka baca. Padahal, bagi anak usia Sekolah Dasar (SD) kelas 2, tulisan itu sangat gampang untuk dibaca.
Pemandangan yang kadang terlihat lucu dan sangat menggelikan itu, merupakan salah satu bentuk kegiatan Keaksaraan Fungsional (KF) yang dilaksanakan oleh Tim Penggerak (TP) PKK Kec. Sampang, dalam membantu pemerintah untuk melaksanakan program pemberantasan buta aksara.
Hj Enny Kusrini, Ketua Tim Penggerak PKK Kec. Sampang, menuturkan, untuk menarik minat warga agar mau belajar membaca dan menulis sulit sekali. Mereka menganggap kegiatan itu hanya buang-buang waktu saja dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Lebih baik mereka membantu suami di sawah atau memasak di dapur.
Berbagai trik dilakukan oleh istri Camat Sampang, Drs H Yuliadi Setiawan itu, untuk mengajak warga agar mau hadir dalam kegiatan belajar membaca. Di antaranya, membawa bingkisan mie instan atau dengan cara memberikan peralatan memasak, sehingga dapat memancing motivasi minat warga untuk belajar.
“Awalnya, saya memberikan sebuah motivasi dengan cara menceritakan tentang kisah dua orang laki-laki. Seorang bernama Samin yang menderita penyakit kencing manis, serta Simin yang terkena liver. Mereka berdua datang ke apotek untuk membeli obat. Nah, saat Samin yang dipanggil karena namanya hampir mirip, ternyata malah Simin yang datang. Karena tidak bisa membaca Simin akhirnya meninggal, akibat salah minum obat dari resep obat yang dia terima,” tutur Enny.
Dari cukilan cerita tersebut, Enny ingin memberikan suatu motivasi kepada kelompok wajib belajar (WB) buta aksara dengan usia mulai dari 16-50 tahun tersebut, bahwa manfaat membaca dan menulis itu sangat penting sekali dalam kehidupan sehari-sehari.
Enny pun telah berhasil menggelindingkan KF sejak 2007 lalu. Dimulai dengan 21 kelompok wajib belajar (WB) pada 2007, kemudian pada 2008 sebanyak 6 kelompok WB dapat dibentuk dalam waktu yang sangat pendek, selama 6 bulan.
“Selama 2007 sampai 2008, Tim Penggerak PKK telah menuntaskan warga melek huruf dan angka sebanyak 405 orang. Namun sebenarnya di sejumlah kelurahan masih banyak permintaan dari warga yang ingin belajar membaca dan menulis, tetapi karena dana bantuan dari APBN dan APBD sudah tidak dikucurkan lagi, karena program itu dianggap sudah tuntas oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, sehingga kami terpaksa tidak melanjutkan lagi,” katanya. (ACHMAD HAIRUDDIN)
Sumber: Surabaya Post, Kamis, 18 Desember 2008
Baca juga:
Data Buta Aksara Pun Beda
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda